Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Dua Persoalan Ini Jadi Sandungan Harga CPO

Lewat program pencampuran biodiesel agresif yang dicanangkan oleh Pemerintah Indonesia dan Malaysia, permintaan minyak kelapa sawit akan makin kuat.
Pekerja menyusun tandan buah segar kelapa sawit untuk diolah menjadi Crude Palm Oil (CPO) di Pabrik Kelapa Sawit Adolina milik PTPN IV, di Serdang Bedagai, Sumatera Utara, Selasa (13/8/2019)./ANTARA FOTO-Irsan Mulyadi
Pekerja menyusun tandan buah segar kelapa sawit untuk diolah menjadi Crude Palm Oil (CPO) di Pabrik Kelapa Sawit Adolina milik PTPN IV, di Serdang Bedagai, Sumatera Utara, Selasa (13/8/2019)./ANTARA FOTO-Irsan Mulyadi

Bisnis.com, JAKARTA –  Harga minyak mentah dan kebijakan dari negara-negara pengimpor diyakini menjadi risiko bagi harga minyak kelapa sawit (Crude Palm Oil/CPO) pada 2019 dan 2020.

Dalam risetnya, UOB Kay Hian mencatat saat ini, permintaan biofuel mencapai hampir 30 persen dari konsumsi minyak sawit global. Dengan demikian, melemahnya harga minyak mentah bisa menempatkan permintaan ini dalam risiko.

“Sementara itu, pasar utama yang akan dipantau adalah Eropa [terkait kebijakan biofuel], India [bea masuk dan harga dasar], dan Indonesia [mandat biodiesel],” tulis bank asal Singapura tersebut seperti dilansir Bloomberg, Senin (21/10/2019).

Untuk tahun ini, mereka memperkirakan penggunaan biodiesel lebih tinggi, didukung oleh mandat biodiesel yang diperluas di Indonesia dan Malaysia.

Lewat program pencampuran biodiesel agresif yang dicanangkan oleh Pemerintah Indonesia dan Malaysia, permintaan minyak kelapa sawit akan makin kuat. Hal tersebut pun bisa mengimbangi penurunan permintaan biodiesel dari Uni Eropa (UE).

Terkait proyeksi harga, bank investasi ini mempertahankan asumsi harga CPO di level 2.100 ringgit per ton pada 2019 dan 2.250 ringgit per ton pada 2020. Alasannya, produksi sawit kurang agresif dan ada penguatan permintaan.

UOB Kay Hian menyebutkan proposal dalam Anggaran 2020 Malaysia untuk sektor perkebunan akan membawa dampak positif bagi sektor sawit, terutama dari implementasi B20.

Implementasi program itu diperkirakan menyerap 10-15 persen produksi CPO Malaysia, sehingga bisa mengangkat harga dan mengurangi dampak potensial dari pembatasan Eropa terhadap penggunaan sawit untuk biofuel.

Selain itu, permintaan minyak sawit kemungkinan akan disokong oleh revisi bea ekspor Malaysia yang lebih rendah.

Adapun angka produksi CPO yang diproyeksi mencapai 21 juta ton dalam Economic Outlook 2020 akan sulit dicapai.

Berdasarkan proyeksi tersebut, produksi CPO bakal mencapai 5,8 juta ton pada kuartal IV/2019. Hal ini sepertinya sulit dicapai karena produksi kuartal keempat secara historis berada di kisaran 5 juta-5,5 juta ton.

Selain itu, cuaca dan kabut yang lebih kering pada kuartal III/2019 dan penggunaan pupuk yang lebih rendah sejak akhir 2018 dapat menyebabkan tandan buah yang lebih kecil dan tingkat ekstraksi minyak yang lebih rendah.

“Proyeksi produksi CPO 22,2 juta ton untuk 2020 juga tampaknya menjadi target yang sulit. Kami memperkirakan produksi 2019 pada 20 juta-20,2 juta ton dan produksi 2020 akan berada tingkat terbaik secara tahunan,” tambah laporan tersebut.    

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Dika Irawan
Editor : Annisa Margrit

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper