Bisnis.com, JAKARTA -- Tidak mampu mempertahankan penguatannya selama empat perdagangan berturut-turut, harga tembaga kembali terkoreksi akibat deflasi China yang memburuk.
Hal ini menambah kekhawatiran pasar terhadap permintaan Negeri Panda sebagai konsumen logam industri terbesar di dunia.
Ekonom Senior Komoditas ABN Amro Bank NV Casper Burgering mengatakan deflasi harga produsen China pasti sangat memengaruhi pergerakan harga tembaga.
Data yang dirilis Biro Statistik Nasional China menunjukkan bahwa Indeks Harga Produsen China (PPI) yang menjadi barometer profitabilitas perusahaan, turun 1,2 persen secara tahunan pada September 2019.
Deflasi pabrik China yang semakin dalam pada bulan lalu, menambah bukti redupnya prospek global yang diperburuk oleh ketegangan perdagangan antara China dan AS yang belum sepenuhnya usai.
“Selama PPI China berada dalam tren turun, kita akan terus melihat bahwa harga logam dasar, terutama tembaga, akan bergerak negatif,” ujarnya seperti dilansir dari Bloomberg, Rabu (16/10/2019).
Baca Juga
Kendati negosiasi perdagangan AS-China pada pekan lalu menghasilkan kemungkinan kesepakatan parsial, tetapi kedua negara belum menandatangi kesepakatan apapun sehingga ketidakpastian masih menyelimuti pasar.
Apalagi, ketika China menginginkan adanya pengembalian tarif impor oleh AS menjadi normal sebelum menyetujui untuk membeli produk pertanian dari AS.
”Investor akan terus memantau risiko pembicaraan perdagangan yang sedang berlangsung, yang telah mengalami beberapa kali maju-mundur dalam perkembangannya dalam setahun terakhir,” tulis Jinrui Futures Co. dalam catatannya.
Berdasarkan data Bloomberg, pada penutupan perdagangan Selasa (16/10), tembaga di bursa LME melemah 0,77 persen menjadi US$5.773 per ton. Padahal, tembaga sempat mengalami penguatan selama empat perdagangan berturut-turut, dibantu oleh sentimen meredanya ketegangan hubungan AS-China.
Sementara itu, sepanjang tahun berjalan 2019, tembaga telah bergerak terdepresiasi sebesar 3,22 persen.
Di sisi lain, harga tembaga juga terkoreksi akibat Antofagasta Minerals Chile, salah satu produsen tembaga utama dunia, berhasil mencegah pemogokan buruh di tambang tembaga setelah mencapai kesepakatan dengan karyawannya.
Produser tembaga tersebut mencapai perjanjian kerja dengan serikat pengawas di tambang andalannya di Los Pelambres di Chile. Kontrak 36 bulan yang baru ditandatangani mencakup kenaikan 1 persen gaji, bonus penandatanganan US$17.000, dan insentif pinjaman untuk pekerja.
Hal tersebut mendorong harapan kembalinya operasional tambang yang sempat terhenti akibat aksi mogok sehingga pasokan diperkirakan kembali berjalan normal di tengah melemahnya prospek permintaan.