Bisnis.com, JAKARTA - Kinerja saham emiten rokok masih terpukul dengan isu kenaikan harga rokok, seiring dengan pengumuman cukai rokok yang diputuskan naik pada tahun depan.
Pada perdagangan Jumat (4/10/2019), mayoritas saham emiten rokok ditutup melemah. Pelemahan terdalam terjadi pada saham RMBA sebesar 5% pada harga Rp342, diikuti HMSP 4,44% ke level Rp2.150 per saham, dan GGRM 3,56% pada Rp49.500.
Adapun, harga saham WIIM ditutup pada level Rp186, sama dengan harga penutupan perdagangan sebelumnya. Sebaliknya, saham ITIC ditutup menguat 7,81% ke level Rp1.450.
Sebagai informasi, akhir pekan ini beredar harga rokok dari 42 merek, seiring dengan pengumuman cukai rokok yang diputuskan naik pada tahun depan. Pada 13 September 2019, pemerintah mengumumkan kenaikan cukai rata-rata sekitar 23% mulai 1 Januari 2020.
Sejak diputuskan kenaikan cukai hingga saat ini, saham GGRM telah melemah 9,34%, sedangkan HMSP melemah 6,11%.
Direktur Utama PT Indonesian Tobacco Tbk. Djonny Saksono mengatakan perseroan melihat peluang adanya kecenderungan konsumen mengalihkan preferensi ke rokok tembakau iris dengan harga yang lebih murah. Peralihan preferensi rokok ini seiring dengan kenaikan harga rokok yang tinggi.
Baca Juga
"Produk ITIC akan mendapat lebih banyak peminat karena para konsumen yang merasa berat dengan kenaikan harga rokok akan mencari alternatif yang lebih murah. Ini sangat positif untuk produk kami," katanya pada Jumat (4/10/2019).
Analis NH Korindo Sekuritas Putu Chantika Putri D menilai melemahnya mayoritas saham emiten rokok karena spekulasi pasar merespons informasi harga rokok 42 merek yang beredar. Perusahaan rokok diperkirakan mulai menaikkan harga rokok secara bertahap pada kuartal IV/2019 atau kuartal I/2020.
"Perusahaan rokok tidak langsung menaikkan harga rokok. Kami melihat kenaikannya bertahap sambil melihat demand," katanya pada Jumat (4/10/2019).
Pendapatan HMSP dan GGRM diproyeksi dapat tumbuh lebih tinggi pada tahun ini. Namun, kenaikan cukai menjadi tantangan bagi kinerja dua emiten rokok ini di tahun depan.
Meski demikian, analis melihat saham emiten rokok, terutama HMSP dan GGRM, masih menarik untuk dikoleksi. Apalagi, harga saham saat ini telah terdiskon setelah sempat turun hingga dua digit pada awal perdagangan setelah pengumuman kenaikan cukai.
"[Kenaikan cukai] tidak akan long term. Jika melihat historical kenaikan cukai tertinggi pada 2016, setelah itu turun lagi. Di tahun ini tarif cukai juga tidak naik," imbuhnya.
Analis menjadikan saham GGRM sebagai top picks. NK Korindo Sekuritas memberikan rekomendasi beli terhadap saham GGRM dengan target harga Rp75.075 hingga akhir tahun, berdasarkan proyeksi PE sebesar 22,1 kali.
Head of Research FAC Sekuritas Wisnu Prambudi Wibowo mengatakan kenaikan cukai masih menjadi tekanan yang membayangi saham GGRM dan HMSP. Hal ini tercermin dari tren pergerakan harga saham emiten rokok big caps itu, yang cenderung menurun sejak Maret.
"Saat ini investor panik, sehingga cenderung melepas saham GGRM dan HMSP. Faktornya kenaikan cukai yang ber-impact besar terhadap kinerjanya di tahun depan," katanya.
Wisnu mengatakan secara valuasi saham GGRM dan HMSP sudah murah. Ini terlihat dari PER HMSP di level 31 kali pada Januari tahun ini, sedangkan saat ini di level 18,53%. Begitu pula, PER GGRM di level 20an kali pada Januari, sedangkan saat ini di level 11,12 kali.
Dengan demikian, menurutnya, kedua saham itu masih menarik untuk dikoleksi. Apalagi, kedua perusahaan itu rutin membagi dividen.
Namun, analis masih wait and see sambil menunggu kinerja kuartal I/2020 untuk mengetahui korelasi kenaikan harga dengan volume penjualan rokok.
"Jika kinerja kuartal III/2019 membaik, maka bisa menjadi sentimen positif untuk kedua emiten ini. Secara fundamental sebenarnya menarik, tapi saat ini posisinya masih banyak tekanan jual," katanya.