Bisnis.com, JAKARTA – Serangan drone terhadap fasilitas pemrosesan minyak mentah terbesar di dunia yang dioperasikan oleh raksasa minyak Arab Saudi, Saudi Aramco, memiliki konsekuensi global, terutama untuk negara-negara di Asia.
Kawasan ini mengonsumsi lebih banyak minyak ketimbang wilayah lain. China, India, Jepang, dan Korea Selatan diketahui masuk dalam daftar pembeli terbesarnya.
Serangan terhadap fasilitas Saudi Aramco yang terjadi pada Sabtu (14/9/2019) tersebut memukul sekitar 5 persen dari pasokan minyak global. Alhasil, harga minyak naik gila-gilaan pada perdagangan hari ini, Senin (16/9/2019).
Minyak mentah acuan global, Brent, sampai mencatat lonjakan terbesar dalam nilai dolar AS sejak kontrak berjangka minyak ini mulai diperdagangkan pada tahun 1988.
Lalu, bagaimana reaksi pemerintah negara-negara di Asia sejauh ini?
Korea Selatan
Dalam sebuah pernyataan, kementerian energi Korea Selatan mengatakan tidak melihat gangguan jangka pendek dalam impor minyak mentah pascaserangan itu.
“Meski demikian, gangguan pasokan mungkin terjadi jika situasinya berkepanjangan, dan volatilitas harga minyak global dapat meningkat,” papar kementerian energi Korsel, sebagaimana diberitakan Bloomberg.
Perusahaan penyulingan minyak Negeri Ginseng mengatakan kepada pihak kementerian bahwa volume dan jadwal pengiriman minyak belum terdampak sejauh ini.
Di sisi lain, kementerian luar negeri Korea Selatan menyatakan serangan itu merusak keamanan energi global dan stabilitas di kawasan itu.
Jepang
Dalam sebuah pernyataan pada Minggu (15/9/2019) malam, kementerian luar negeri Jepang menyatakan pasokan minyak yang stabil dari kawasan Timur Tengah sangat diperlukan untuk stabilitas dan kemakmuran ekonomi global termasuk Jepang.
“Pemerintah mengecam keras serangan teror semacam itu,” tambah pihak kemenlu Jepang.
Jepang dinyatakan tetap berkomitmen untuk terus-menerus terlibat dengan kawasan ini dalam hal kerja sama dengan negara-negara lain guna mempertahankan serta memperkuat perdamaian dan stabilitas di Timur Tengah.
Adapun hingga berita ini diturunkan, belum ada komentar publik langsung dari Kementerian Ekonomi, Perdagangan dan Industri di Tokyo, yang menangani bidang energi.
China
Badan energi nasional China, National Energy Administration belum menyampaikan komentar apapun terkait serangan tersebut. China National Petroleum Corp., perusahaan minyak dan gas terbesar di negara itu, masih menolak untuk berkomentar, sedangkan raksasa penyulingan Sinopec tidak menanggapi permintaan untuk berkomentar.
India
Pada Senin (16/9), direktur pengilangan perusahaan penyulingan negara bagian India, Bharat Petroleum Corp (BPCL)., memperoleh informasi dari Saudi Aramco bahwa perusahaan ini tidak melihat gangguan besar dan berjanji akan mengisi celah pasokan.
“Aramco meminta fleksibilitas untuk beralih ke tingkat yang berbeda untuk pasokan berkelanjutan,” ujar Ramachandran.
Ia pun tidak melihat adanya gangguan di pasar karena inventaris yang sangat besar. Sementara itu, tambah Ramachandran, BPCL akan mempertimbangkan pembelian minyak mentah lainnya. menambahkan.
Kementerian perminyakan India juga menyatakan bahwa pejabat Aramco memberi tahu penyuling India bahwa tidak akan ada kekurangan pasokan untuk mereka
India diketahui mengimpor sekitar 75 persen dari kebutuhan minyaknya. Dari jumlah ini, sebanyak 40 persen berasal dari Arab Saudi. Lonjakan harga minyak ini terjadi tepat di saat pertumbuhan sedang melambat.
Taiwan
Cheng-wei Yu, Direktur Jenderal Biro Energi Taiwan, pada Senin (16/9) mengatakan bahwa pihaknya memantau dengan seksama apakah serangan tersebut akan memberi dampak jangka panjang.
“Dampak jangka pendek ke Taiwan terbatas karena impor minyak kami dari Arab Saudi tidak banyak dan periode penyimpanan minyak Taiwan mencapai lebih dari 140 hari, jauh lebih tinggi dari level 90 hari sesuai pengaturan,” terang Cheng-wei.
“Kami terdiversifikasi dalam hal sumber impor minyak, dan kejadian ini terlihat seperti kasus individual,” lanjutnya.
Australia
Kepada awak media di Canberra pada Senin (16/9), Menteri Energi Australia Angus Taylor mengatakan tidak berwenang untuk memprediksi harga minyak. Namun Australia harus memastikan mengupayakan segalanya untuk memastikan tidak ada ancaman terhadap pasokan bahan bakar Australia.
“Kami diberitahu oleh IEA bahwa tidak ada ancaman langsung terhadap pasokan bahan bakar Australia dan ada banyak pasokan global,” terang Taylor.
Thailand
Sementara itu, Thailand mengatakan tidak memperkirakan impor minyaknya akan terganggu. Dalam sebuah pernyataan, Menteri Energi Sontirat Sontijirawong mengatakan pejabat pemerintah Thailand telah menghubungi Aramco dan diberitahu bahwa situasinya terkendali dan penilaian atas dampak dari serangan itu tengah dilakukan.
Minyak diketahui berkontribusi lebih dari 10 persen atas sekelompok barang yang digunakan untuk indeks harga konsumen Thailand, sehingga menjadikannya kunci untuk prospek inflasi negara.
Dalam pernyataan yang sama, persediaan untuk perusahaan minyak PTT Pcl diterangkan tidak akan terkena dampak, dan kementerian energi memiliki rencana darurat untuk memenuhi permintaan minyak dalam ekonominya.
Filipina
Gubernur Bank Sentral Filipina Benjamin Diokno mengatakan otoritas moneter negara Asia Tenggara itu memantau reaksi pasar keuangan terhadap serangan Aramco.
Ketika ditanya apakah insiden itu akan menjadi faktor utama pada pertemuan kebijakan suku bunga negara ini pada 26 September, dia memperkirakan serangan itu dan konsekuensi potensialnya akan menjadi bagian dari pertemuan tersebut.
“Filipina memiliki ketentuan dalam undang-undang yang memungkinkan pengurangan pajak minyak jika harga naik di atas level tertentu, dan ini adalah sesuatu yang dapat dipilih pemerintah untuk dimohonkan,” tutur Diokno pada Senin pagi (16/9).
Dia menambahkan bahwa negara-negara termasuk Amerika Serikat dapat mengisi kekurangan pasokan minyak dengan memanfaatkan cadangan, dan bahwa mungkin ada lonjakan permintaan spekulatif.
Indonesia
Penjabat Direktur Jenderal minyak dan gas di kementerian energi Djoko Siswanto mengatakan Indonesia mengimpor 110.000 barel minyak per hari dari Aramco.
“Pemerintah berharap raksasa minyak Saudi itu dapat memenuhi komitmen itu dari fasilitas lainnya,” ungkap Djoko.
Perusahaan minyak milik negara PT Pertamina bekerja sama dengan Aramco mengenai pasokan minyak mentah Arabian Light yang digunakan di kilang Cilacap Pertamina, menurut juru bicara Fajriyah Usman.
“Tidak ada perubahan dalam jadwal dan volume minyak mentah yang dilakukan oleh Aramco untuk Pertamina sejauh ini untuk Unit IV Cilacap,” jelas Fajriyah melalui teks pada Senin (16/9).
“Pasokan stok bahan bakar yang berasal dari minyak mentah Aramco masih pada level yang aman untuk memenuhi permintaan domestik,” tambahnya.