Bisnis.com, JAKARTA – Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) membukukan penurunan terbesarnya sejak Agustus sekaligus penurunan terburuk di Asia pada perdagangan hari ini, di tengah meningkatnya kekhawatiran risiko geopolitik.
Sebaliknya, daya tarik aset safe haven, termasuk emas dan mata uang yen, yang kerap diburu di tengah keresahan dan ketidakpastian global terdongkrak.
Berikut adalah ringkasan perdagangan di pasar saham, mata uang, dan komoditas yang dirangkum Bisnis.com, Senin (16/9/2019):
Saham Emiten Rokok Jebol IHSG, Ini Kata Analis
Pelemahan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) berlanjut pada akhir perdagangan hari ketiga berturut-turut, dengan saham sejumlah emiten rokok sebagai penekan utama.
Saham emiten konsumer PT HM Sampoerna Tbk. (HMSP) dan PT Gudang Garam Tbk. (GGRM) yang masing-masing turun 18,21 persen dan 20,64 persen menjadi penekan utama merosotnya IHSG.
Dilansir dari Bloomberg, saham HMSP mendorong penurunan di saham-saham produsen rokok nasional setelah pemerintah mengumumkan rencana untuk menaikkan tarif cukai sebesar 23 persen tahun depan.
“Tarif cukai akan memberi dampak negatif yang signifikan pada volume saat merek second liner tidak akan lagi menjadi support untuk perusahaan-perusahaan,” ujar Analis Maybank Kim Eng Sekuritas Janni Asman.
Jantung Produksi Minyak Arab Saudi Diserang, Pasar Saham Ketar-ketir
Mayoritas indeks saham di Asia kompak melemah bersama indeks futures Amerika Serikat (AS) dan Eropa, di tengah meningkatnya kekhawatiran atas risiko geopolitik akibat serangan terhadap jantung produksi minyak Arab Saudi.
Sementara itu, bursa saham Hong Kong melorot pascarilis sejumlah data aktivitas perekonomian China yang meleset dari perkiraan. Produksi industri China naik 4,4 persen dan penjualan ritel meningkat 7,5 persen pada Agustus 2019.
“Serangan drone pada akhir pekan kemarin terhadap fasilitas minyak Saudi menandai kemunduran besar atas lanskap geopolitik global,” ujar Taimur Baig, kepala ekonom di DBS Bank Ltd.
Rupiah Terdepresiasi, Kembali ke Level Rp14.000 per Dolar AS
Rupiah ditutup terdepresiasi seiring dengan meningkatnya ketegangan di Timur Tengah. Seperti yang diketahui, pada Sabtu (14/9/2019), pabrik minyak milik perusahaan raksasa minyak Arab Saudi, Saudi Aramco, terbakar setelah diserang drone.
Direktur Utama PT Garuda Berjangka Ibrahim mengatakan bahwa serangan drone yang terjadi pada Sabtu (14/9) telah membuat pasokan minyak mentah dunia dalam tekanan sehingga menyebabkan harga mengalami kenaikan.
Kenaikan harga minyak membawa sentimen negatif bagi rupiah karena Indonesia adalah negara net importir minyak sehingga harus mengimpor karena produksi dalam negeri belum memadai.
Harga emas Comex untuk kontrak Desember 2019 terpantau menguat 11,70 poin atau 0,78 persen ke level US$1.511,20 per troy ounce pukul 18.34 WIB.
Di dalam negeri, harga emas batangan Antam berdasarkan daftar harga emas untuk Butik LM Pulogadung Jakarta naik Rp8.000 ke Rp753.000 per gram. Harga pembelian kembali atau buyback emas Antam ikut naik Rp8.000 menjadi Rp676.000 per gram.
Analis Pasar Oanda Corp Jefrey Halley mengatakan bahwa emas menguat cukup signifikan didorong oleh investor yang mulai mengukur konsekuensi dari serangan terhadap fasilitas pemrosesan minyak mentah terbesar dunia di Abqaiq dan ladang minyak terbesar kedua Arab Saudi di Khurais.
“Peningkatan ketegangan yang terus-menerus, atau pecahnya perang di kawasan Timur Tengah, dapat membawa emas ke level US$1.600 per troy ounce lebih cepat daripada yang diperkirakan,” ujar Jeffrey seperti dikutip dari Bloomberg.
Minyak Melonjak, Mata Uang Produsen Minyak Ikut Terkerek
Mata uang negara produsen minyak, Norwegia dan Kanada, bergerak menguat setelah serangan terhadap fasilitas minyak Arab Saudi mendorong harga minyak mentah dunia melonjak tajam.
Analis Pasar IG Markets Ltd Melbourne Kyle Rodda mengatakan bahwa serangan drone yang menghantam fasilitas pemrosesan minyak mentah terbesar dunia pada Sabtu (14/9) menjadi sentimen risiko terbesar di pasar karena meningkatkan ancaman tekanan pasokan minyak dunia yang dapat mengganggu ekonomi dunia.
“Tepat ketika pasar bernafas sedikit lebih lega akibat meredanya sentimen perang dagang AS dan China, sekarang ada peningkatan ketegangan di Timur Tengah. Krone Norwegia dan dolar Kanada jelas mendapat manfaat dari sentimen tersebut," ujar Kyle seperti dikutip dari Bloomberg