Bisnis.com, JAKARTA – Mayoritas indeks saham di Asia kompak melemah bersama indeks futures Amerika Serikat (AS) dan Eropa pada perdagangan siang ini, Senin (16/9/2019), di tengah meningkatnya kekhawatiran atas risiko geopolitik akibat serangan terhadap jantung produksi minyak Arab Saudi.
Berdasarkan data Bloomberg, indeks futures S&P 500 turun 0,5 persen pada pukul 7 pagi waktu London (pukul 13.00 WIB). Pada perdagangan Jumat (13/9/2019), indeks saham acuan S&P 500 turun 0,1 persen.
Pada saat yang sama, indeks Hang Seng Hong Kong melorot 1,1 persen dan indeks futures Euro SToxx 50 melemah 0,7 persen. Meski demikian, indeks Kospi Korea Selatan dan indeks Shanghai Composite masing-masing mampu naik 0,4 persen dan 0,1 persen.
Pada Sabtu (14/9/2019), pabrik minyak milik raksasa minyak Arab Saudi, Saudi Aramco, terbakar setelah diserang drone. Serangan drone tersebut berdampak pada dua pabrik Aramco, yakni di Abqaiq dan Khurais.
Abqaiq berjarak 60 km dari kantor pusat Aramco di Dhahran. Kilang minyak itu mengolah minyak mentah dari ladang minyak raksasa Ghawar dan menyalurkannya untuk pasar ekspor melalui terminal Ras Tanura--fasilitas pemuatan minyak lepas pantai terbesar dunia--dan Juaymah.
Sementara itu, Khurasi berlokasi 190 km dari Dhahran, dan memiliki ladang minyak terbesar kedua di Arab Saudi.
Baca Juga
Menurut Saudi Aramco, serangan itu menggerus produksi minyak perusahaan sebesar 5,7 juta barel per hari. Serangan ini terjadi di tengah rencana Aramco untuk melepas sahamnya ke publik. Jika terealisasi, nilai IPO Aramco digadang-gadang menjadi yang terbesar dalam sejarah.
Kabar serangan dahsyat terhadap eksportir minyak mentah terbesar di dunia alhasil mendongkrak tajam harga minyak serta mengangkat kinerja mata uang negara-negara yang terkait komoditas, termasuk krone Norwegia dan dolar Kanada.
Sementara itu, bursa saham Hong Kong melorot pascarilis sejumlah data aktivitas perekonomian China yang meleset dari perkiraan. Produksi industri China naik 4,4 persen dan penjualan ritel meningkat 7,5 persen pada Agustus 2019.
Presiden AS Donald Trump mengizinkan perilisan cadangan minyak mentah darurat negara itu demi menjaga pasokan minyak global. Langkah ini diambil setelah serangan drone ke fasilitas minyak Saudi Aramco pada akhir pekan lalu menganggu separuh dari produksi minyak mentah Arab Saudi atau sekitar 5 persen dari pasokan dunia.
"Rilis SPR, terutama jika dikoordinasikan dengan tindakan IEA (Badan Energi Internasional), akan mengurangi beberapa lonjakan harga minyak tetapi juga akan tergantung pada risiko geopolitik yang sedang berlangsung dan meningkat," ujar Joe McMonigle, analis energi senior di Hedgeye Risk Management LLC.
Sejauh ini cadangan minyak itu telah dimanfaatkan oleh sejumlah presiden AS. Misalnya, selama badai Katrina pada 2005 dan konflik di negara-negara penghasil minyak. Cadangan itu juga digunakan oleh Presiden Barack Obama pada Juni 2011 dalam menanggapi gangguan pasokan di Libya dan negara-negara lain.
“Serangan drone pada akhir pekan kemarin terhadap fasilitas minyak Saudi menandai kemunduran besar atas lanskap geopolitik global,” ujar Taimur Baig, kepala ekonom di DBS Bank Ltd.
“Selain membantu sejumlah perusahaan pengekspor minyak, dampak keseluruhan dari meningkatnya risiko adalah negatif untuk pasar ekuitas global dalam waktu dekat,” terangnya, dilansir dari Bloomberg.
Meski demikian, pasar kredit Asia cenderung merespons lonjakan harga minyak dengan tenang. Setidaknya tiga peminjam di wilayah itu memasarkan obligasi dolar kepada investor pada hari Senin.
Australia & New Zealand Banking Group Ltd. mengatakan harga minyak yang lebih tinggi sebenarnya positif untuk kredit di wilayah tersebut, yang memiliki banyak emiten dan negara yang terkait dengan komoditas.