Bisnis.com, JAKARTA— Saham emiten konstruksi dinilai masih prospektif kendati dibayangi oleh lesunya laju perolehan kontrak baru, serta tekanan ekonomi global dan domestik. Saham mana yang masih layak dilirik investor?
Berdasarkan data yang dihimpun Bisnis, Kamis (10/9/2019), 8 dari 17 saham emiten konstruksi mengalami koreksi harga secara year-to-date. Sementara itu, 8 saham mengalami kenaikan harga dan 1 saham stagnan di level harga Rp50.
Saham PT Surya Semesta Internusa Tbk. (SSIA) dan PT Jaya Konstruksi Manggala Pratama Tbk. (JKON) mencatatkan kenaikan harga tertinggi, masing-masing sebesar 52% dan 42,86% ytd.
Di sisi lain, PT Cahayasakti Investindo Sukses Tbk. (CSIS) dan PT Indonesia Pondasi Raya Tbk. (IDPR) mengalami penurunan harga saham terbesar, masing-masing sebesar 69,39% dan 59,26% y-t-d.
Untuk emiten BUMN konstruksi, PT Wijaya Karya (Persero) Tbk., PT Waskita Karya (Persero) Tbk., dan PT PP (Persero) Tbk. kompak melaju di zona hijau, sedangkan harga saham PT Adhi Karya (Persero) Tbk. terpantau mengalami koreksi.
Kinerja Saham Emiten Konstruksi | |||
---|---|---|---|
Perusahaan | Kode Saham | Harga Penutupan | YTD |
PT Acset Indonusa Tbk. | ACST | 1.140 | -26,69% |
PT Adhi Karya (Persero) Tbk. | ADHI | 1.390 | -12,3% |
PT Cahayasakti Investindo Sukses Tbk. | CSIS | 97 | -69,39% |
PT Nusa Konstruksi Enjiniring Tbk. | DGIK | 50 | 0% |
PT Indonesia Pondasi Raya Tbk. | IDPR | 372 | -59,26% |
PT Jaya Konstruksi Manggala Pratama Tbk. | JKON | 520 | 42,86% |
PT Mitra Pemuda Tbk. | MTRA | 332 | -7,78% |
PT Nusa Raya Cipta Tbk. | NRCA | 392 | 1,55% |
PT Paramita Bangun Sarana Tbk. | PBSA | 396 | -43,43% |
PT PP (Persero) Tbk. | PTPP | 1.885 | 4,43% |
PT Superkrane Mitra Utama Tbk. | SKRN | 440 | -2,64% |
PT Surya Semesta Internusa Tbk. | SSIA | 760 | 52% |
PT Totalindo Eka Persada Tbk. | TOPS | 605 | -27,11% |
PT Total Bangun Persada Tbk. | TOTL | 490 | -12,5% |
PT Wijaya Karya Bangunan Gedung Tbk. | WEGE | 344 | 43,33% |
PT Wijaya Karya (Persero) Tbk. | WIKA | 2.130 | 28,7% |
PT Waskita Karya (Persero) Tbk. | WSKT | 1.775 | 5,59% |
Sumber: Bloomberg, per 11 September 2019.
Baca Juga
Frankie Wijoyo Prasetio, Head of Equity Trading MNC Sekuritas Medan, mengatakan dengan peningkatan anggaran pemerintah untuk sektor konstruksi tahun depan, senilai Rp420 triliun atau lebih tinggi 4,9% dari alokasi tahun ini, tentunya tender proyek infrastruktur juga akan semakin besar.
“Saya masih cukup positif sampai akhir tahun akan mengalami penguatan. Dengan tender proyek yang semakin besar, potensi pendapatan perusahaan juga akan semakin besar,” ujarnya kepada Bisnis, Selasa (10/9/2019).
Selain bujet pemerintah untuk sektor infrastruktur, Indonesia secara makro juga cukup menarik karena menjadi salah satu negara dengan real yield yang tinggi saat ini di antara negara emerging market lainnya. Frankie menuturkan real interest rate ini dapat diartikan jika Indonesia memiliki ruang lebih untuk menurunkan suku bunga acuan ke depannya.
Karena sektor konstruksi adalah sektor dengan leverage atau posisi utang yang tinggi, maka dengan penurunan suku bunga akan mengurangi beban bunga atau cost of fund emiten konstruksi.
“Ini berdampak baik terhadap laba perusahaan,” jelas Frankie.
Kendati demikian, dia menyebutkan terdapat beberapa katalis negatif di sektor konstruksi, antara lain kondisi makroekonomi global yang masih sangat volatile. Kondisi ini menyebabkan risiko sistematis, di mana ketika risiko global meningkat, investor asing biasanya akan menjual holding sahamnya di negara berkembang atau emerging market.
Sementara itu, Frankie menambahkan risiko keterlambatan proyek juga berpotensi menyebabkan peningkatan cost perusahaan.
Analis Kresna Sekuritas Andreas Kristo Saragih juga menilai positif saham-saham konstruksi, terutama BUMN hingga akhir tahun dengan didorong beberapa faktor. “Antara lain pencapaian kontrak baru, kinerja semester II yang akan lebih baik daripada semester I, dan valuasi di harga sekarang yang sudah cukuf atraktif,” katanya.
Di sisi lain, Analis MNC Sekuritas Jessica Sukimaja melihat pergerakan saham emiten konstruksi relatif terbatas pada akhir tahun hingga semester I/2020. Hal ini disebabkan oleh beberapa hal, yaitu fokus pemerintahan pada periode 2019—2024 yang baru terlihat pasca pelantikan Presiden dan Wakil Presiden terpilih pada Oktober mendatang.
Potensi perubahan makro ekonomi akibat kondisi geopolitik dinilai dapat memberikan dampak ketidakpastian pembangunan infrastruktur nasional. Beberapa katalis negatif untuk sektor konstruksi di antaranya belum ada proyek infrastruktur besar, selain pemindahan ibu kota, yang terlihat dari realisasi kontrak baru dengan rata-rata baru mencapai 22,80% pada semester I/2019, pelemahan nilai tukar rupiah, kebijakan akselerasi infrastruktur, dan ketidakpastian kondisi perekonomian domestik.
Jessica juga menilai kebijakan pemerintah ke depan akan cenderung mengarah ke aspek pengembangan sumber daya manusia, sehingga tidak akan berpengaruh signifikan terhadap emiten konstruksi ke depan.
Adapun, pemindahan ibu kota ke Kalimantan Timur dan peralihan pembangunan infrastruktur pemerintah ke pada swasta menjadi katalis positif sektor konstruksi.
“Hal ini dapat menguntungkan saham di sektor konstruksi, khususnya swasta.”
Di sektor konstruksi, Frankie memilih top picks WSKT dengan target harga di level Rp2.240 dan PTPP dengan level harga Rp2.400, sedangkan top picks Jessicac di sektor ini ialah WIKA dan WEGE.