Bisnis.com, JAKARTA—Kinerja indeks LQ45 diperkirakan dapat menanjak jelang akhir tahun ini. Namun, ketidakpastian global masih dikhawatirkan menjadi beban pergerakan indeks saham terlikuid ini.
Berdasarkan data Bursa Efek Indonesia per 10 September 2019, indeks LQ45 hanya mampu tumbuh 1,03% secara year-to-date (ytd).
Posisi tersebut underperform dari indeks harga saham gabungan (IHSG) yang menguat 2,3% ytd ke level 6.336 hingga akhir perdagangan kemarin.
Bahkan, kinerja indeks LQ45 kalah dengan saham-saham berkapitalisasi kecil dan menengah pada indeks IDX SMC Liquid yang terapresiasi 8,42% ytd.
Analis Senior CSA Research Institute Reza Priyambada menjelaskan, saham-saham berkapitalisasi besar yang menjadi konstituen indeks LQ45 cenderung rentan tertekan ketika terjadi fluktuasi di pasar saham.
“Ketika terjadi fluktuasi pasar yang lumayan besar, saham-saham big caps ini yang terkena dampaknya duluan. Akhirnya pelaku pasar cenderung menghindari saham-saham tersebut,” kata Reza kepada Bisnis, Senin (9/9/2019).
Baca Juga
Berdasarkan data Bloomberg, saham-saham big caps yang menjadi pemberat langkah IHSG sepanjang tahun berjalan a.l. HMSP, ASII, dan CPIN.
Di sisi lain, big caps perbankan dan infrastruktur tampil sebagai menjadi penopang utama penguatan IHSG, yaitu saham BBCA, BBRI, dan TLKM.
10 Saham Top Leaders LQ45 Ytd | ||
---|---|---|
Kode Saham | Harga Saham (Rp) | Kinerja Saham Ytd |
BBCA | 30.275 | +17.51% |
BBRI | 4.190 | +18.55% |
TLKM | 4.270 | +18.70% |
BRPT | 1.080 | +125.94% |
TPIA | 9.250 | +56.76% |
EXCL | 3.280 | +65.66% |
ICBP | 12.025 | +16.67% |
INTP | 21.350 | +18.95% |
KLBF | 1.680 | +10.53% |
UNVR | 47.650 | +6.86% |
Sumber: Bloomberg, per 10 September 2019.
Reza melanjutkan, berbeda dengan saham berkapitalisasi menengah dan kecil yang walaupun terjadi kenaikan harga secara signifikan tetapi belum mampu menggerakkan IHSG.
“Secara persentasi memang kenaikannya [saham small medium caps] lebih besar, tapi persentase terhadap market cap-nya itu tidak seberapa,” tutur Reza.
Dalam kondisi sekarang ini, lanjut Reza, investor tampak lebih melirik saham-saham yang sentimennya tidak rentan terhadap kondisi pasar. Misalnya, investor akan menghindari saham-saham yang terkait perang dagang, seperti saham-saham komoditas.
Selanjutnya, sektor saham yang terkait dengan pemangkasan suku bunga dinilai akan memberikan prospek menarik hingga akhir tahun ini.
Reza merekomendasikan saham-saham perbankan, properti, dan konstruksi untuk dicermati seperti BBCA, BBRI, WIKA, dan WSKT.
Selanjutnya, indeks LQ45 diyakini Reza masih mampu memacu kinerja IHSG menjelang akhir tahun ini. Namun, tetap perlu dicermati arah dari setiap sentimen yang ada, seperti perang dagang AS—China.
Apabila sengketa dagang tersebut bisa mereka, pelaku pasar diyakini akan kembali masuk ke saham-saham LQ45.
10 Saham Top Laggards LQ45 Ytd | ||
---|---|---|
Kode Saham | Harga Saham (Rp) | Kinerja Saham Ytd |
ASII | 6.675 | -17.12% |
HMSP | 2.740 | -23.43% |
CPIN | 5.075 | -29.76% |
INKP | 7.025 | -38.44% |
BBNI | 7.750 | -9.82% |
UNTR | 22.950 | -13.49% |
GGRM | 68.300 | -15.52% |
PTBA | 2.650 | -32.31% |
TKIM | 10.225 | -23.80% |
LPPF | 3.010 | -41.42% |
Sumber: Bloomberg, per 10 September 2019.
Direktur PT Anugerah Mega Investama Hans Kwee menjelaskan, indeks LQ45 berpotensi menguat bersama IHSG pada kuartal IV/2019. Namun, bayang-bayang permasalahan global tetap menjadi ancaman utama.
"Target IHSG 6.750. Penopang dari penurunan suku bunga acuan [The Fed dan BI]," kata Hans kepada Bisnis, Senin (9/9/2019).
Dirinya memaparkan, beberapa katalis positif juga bisa datang dari berlanjutnya negosiasi dagang antara AS dan China serta prospek Brexit yang diharapkan mendapat kesepakatan.
Adapun pada awal bulan ini, pasar keuangan global kembali diwarnai oleh kekhawatiran perang dagang AS—China. Dua ekonomi terbesar di dunia itu mulai mengenakan tarif per 1 September 2019, yaitu AS memberikan tarif 15% untuk barang impor dari China. Sementara itu, China pun mengenakan bea impor baru pada daftar target produk asal AS yang senilai US$75 miliar.
Namun, Kementerian Perdagangan China menyampaikan bahwa Wakil PM China Liu He telah berkomunikasi dengan Menteri Perdagangan AS Robert Lighthizer dan Menlu AS Steven Mnuchin. Kedua belah pihak sepakat untuk melanjutkan perundingan pada awal Oktober.
Adapun, kurangnya laju pergerakan indeks LQ45 disebut Hans juga tertekan oleh performa sejumlah sahamnya. Hans pun merekomendasikan saham-saham BMRI, BBRI, BBNI, SMGR, dan BSDE untuk dapat dicermati investor.
Kepala Riset Narada Asset Management Kiswoyo Adi Joe menambahkan, saham-saham big caps masih akan menjadi penopang penguatan IHSG menjelang akhir tahun.
“Masih dari big caps, tetap dari perbankan dan konsumer,” kata Kiswoyo.
Dirinya menilai, sekor perbankan akan diuntungkan oleh pemangkasan suku bunga dari Bank Indonesia. Sementara sektor konsumer dipilih karena ‘tahan banting’ terhadap sentimen apa pun.
Kiswoyo pun optimistis IHSG pada akhir tahun nanti bisa menuju 6.900—7.000. Kendati kondisi eksternal masih tidak pasti, menurutnya, kondisi makroekonomi dalam negeri yang saat ini sudah baik membuat tekanan dari dalam negeri hampir tak ada masalah.
“Kalau The Fed menurunkan suku bunga lagi ya aman lah buat kita, jadi bagus,” tutur Kiswoyo.
Dirinya pun merekomendasikan saham-saham HMSP dan UNVR untuk dicermati.