Bisnis.com, JAKARTA–Surat Berharga Negara (SBN) berdenominasi valuta asing (valas) dipandang masih menarik meskipun PPh atas bunga SBN valas tersebut tidak disubsidi.
Direktur Riset Center of Reform on Economics (Core) Indonesia Piter Abdullah menilai langkah pemerintah menggelontorkan subsidi pajak berupa PPh DTP atas bunga, imbal hasil dan penghasilan pihak ketiga atas jasa yang diberikan kepada pemerintah dalam penerbitan SBN di pasar internasional hanyalah masalah confidence.
"Kita kepepet karena perlu aliran modal asing untuk menutup current account deficit [CAD]," ujar Piter kepada Bisnis.com, Selasa (27/8/2019).
Oleh karena itu, pemerintah pun memutuskan untuk mengeluarkan berbagai upaya dalam rangka menutup defisit tersebut, salah satunya melalui subsidi pajak.
Akan tetapi, Piter menilai bahwa sesungguhnya kinerja SBN valas sudah bagus dan menawarkan return yang menarik. Terbukti, SBN valas selalu oversubscribe setiap kali pemerintah menawarkan instrumen tersebut.
Oleh karena itu, sesungguhnya subsidi pajak yang digelontorkan oleh pemerintah menurut Piter tidaklah diperlukan.
Pemberian subsidi pajak hanya meningkatkan nilai return after risk, sedangkan return SBN sendiri sudah menarik.
Sebagai konteks, ketika pemerintah menetapkan subsidi pajak tersebut pada 5 Mei 2018 melalui PMK No. 46/2018, CAD berada pada angka US$5,5 miliar atau 2,1% dari PDB.
Pada 2018, subsidi pajak yang digelontorkan oleh pemerintah mencapai Rp10,38 triliun pada akhir tahun.
Tahun ini, subsidi pajak diproyeksikan mencapai Rp11,68 triliun atau 102,2% dari anggaran yang telah ditetapkan.
Sebanyak 90% dari subsidi pajak pada 2019 dialokasikan untuk PPh DTP atas bunga, imbal hasil dan penghasilan pihak ketiga atas jasa yang diberikan kepada pemerintah dalam penerbitan SBN di pasar internasional.