Bisnis.com, JAKARTA - PT Indofarma (Persero) Tbk. akan menggelar Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) pada 18 September 2019. Ada dua agenda yang dibahas dalam rapat tersebut yakni perubahan anggaran dasar perseroan dan perubahan pengurus perseroan.
Direktur Utama Indofarma Arief Pramuhanto belum dapat memastikan perubahan anggaran dasar tersebut dalam rangka pembentukan holding Badan Usaha Milik Negara (BUMN) di sektor farmasi (Holding Farmasi).
"Kalau itu [holding farmasi] saya belum bisa menyampaikan. Tolong tanyakan ke Kementerian BUMN," katanya kepada Bisnis, pada Rabu (28/8/2019).
Seperti diberitakan Bisnis, Kementerian BUMN tengah merancang Holding Farmasi yang ditargetkan rampung pada tahun ini. Korporasi pelat merah yang akan tergabung dalam holding tersebut, yakni PT Indofarma (Persero) Tbk., PT Kimia Farma (Persero ) Tbk., PT Biofarma (Persero) Tbk., dan PT Phapros Tbk.
3 Lini Bisnis
Lebih lanjut, Arief menjelaskan, persetujuan perubahan anggaran dasar itu salah satunya terkait dengan lini bisnis emiten dengan kode saham INAF itu. Dia mengatakan, perubahan itu akan menegaskan lini bisnis perseroan menjadi tiga, yakni farmasi, alat kesehatan, dan natural extract.
Baca Juga
Nantinya, setelah holding terbentuk Indofarma akan fokus di tiga lini bisnis tersebut. Saat ini, perusahaan farmasi BUMN itu terus mencari kontrak-kontrak baru salah satunya di segmen alat kesehatan.
Dia optimistis, segmen alat kesehatan dapat menyumbang Rp400 miliar - Rp500 miliar terhadap pendapatan perseroan pada tahun depan. Selain itu, Perseroan menjaring kerja sama dengan perusahaan industri makanan dan minuman untuk mendorong penjualan.
"Terutama di natural extract, kami bisa melayani industri beverage. Ini sudah menjadi planning untuk masa depan bisnis Indofarma. Sebelumnya [sebelum perubahan anggaran dasar] hanya herbal, sehingga lingkupnya tidak luas," tuturnya.
Pada semester I/2019, Indofarma membukukan penjualan bersih senilai Rp368,81 miliar atau turun 12,04 persen secara tahunan. Mayoritas penjualan INAF atau sebesar 54,50 persen berasal dari obat resep.
Penjualan obat resep turun 29,31 persen menjadi Rp200,97 miliar. Sementara itu, penjualan produk alat kesehatan naik 185,50 persen menjadi Rp23,04 miliar.
Perseroan memang akan meningkatkan porsi bisnis reguler yang memberikan margin lebih baik dan pengumpulan yang lebih cepat. Sehingga, perseroan optimistis dapat mencapai laba sebesar Rp6,22 miliar pada 2019, setelah mencatat rugi sebesar Rp32,73 miliar pada 2018.
Pada semester I/2019, perseroan mencatat rugi yang dapat diatribusikan kepada pemilik entitas induk sebesar Rp24,36 miliar, dari sebelumnya laba Rp253,12 juta pada semester I/2018.