Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Analis Rekomendasikan Investor Masuk Pasar Obligasi, Ini Alasannya

Pasar obligasi yang outperform dari pasar saham dinilai memiliki lebih banyak katalis positif ditopang oleh pemangkasan suku bunga dari Bank Indonesia pekan lalu.
Karyawan mencari informasi tentang obligasi di Jakarta, Rabu (17/7/2019)./Bisnis-Abdullah Azzam
Karyawan mencari informasi tentang obligasi di Jakarta, Rabu (17/7/2019)./Bisnis-Abdullah Azzam

Bisnis.com, JAKARTA—Sejumlah analis menyarankan investor untuk masuk ke pasar obligasi untuk jangka pendek.

Pasalnya, pasar obligasi yang outperform dari pasar saham dinilai memiliki lebih banyak katalis positif ditopang oleh pemangkasan suku bunga dari Bank Indonesia pekan lalu.

Direktur Investa Saran Mandiri Hans Kwee menyampaikan, setidaknya sampai akhir tahun ini investor bisa mencermati pasar obligasi terlebih dahulu.

“Kelihatannya memang pasar obligasi yang lebih menarik,” kata Hans kepada Bisnis, Minggu (25/8/2019).

Dirinya menjelaskan, pemangkasan suku bunga 7-Day Reserve Repo Rate (7-DRRR) ke level 5,5% pada pekan lalu dapat menurunkan yield obligasi.

Sementara dampaknya ke pasar saham, diperkirakan baru terjadi dalam jangka menengah karena delay kredit biasanya memakan waktu 3—6 bulan.

Analis Rekomendasikan Investor Masuk Pasar Obligasi, Ini Alasannya

Selanjutnya, apabila Bank Indonesia dapat menurunkan suku bunga ke level 5,0% dan 5,25% dalam jangka menengah, Hans menilai hal itu dapat semakin menggairahkan bisnis dan pertumbuhan ekonomi Tanah Air.

Adapun, dampak pemangkasan suku bunga pekan lalu terhadap pergerakan IHSG hanya terasa sehari, yang tercermin lewat penguatan indeks sebesar 0,26% menjadi 6.255 pada akhir perdagangan Jumat (23/9/2019).

“Jadi, secara jangka menengah akan bagus bagi ekonomi Indonesia dan bagus bagi IHSG,” imbuh Hans.

Sementara dalam jangka pendek ini, IHSG masih mendapat tantangan dari sentimen negatif perang dagang AS—China.

Kendati Presiden AS Donald Trump menunda pengenaan tarif untuk beberapa produk impor asal China menjadi Desember, tetapi produk asal China yang senilai US$100 miliar tetap akan terkena tarif sesuai waktu per 1 September 2019.

Hal itu pun membuat China membalas dengan mengenakan tarif sebesar 5%—10% untuk produk asal AS yang senilai US$75 miliar. Tarif tersebut akan berlaku pada 1 September 2019 dan 15 Desember 2019.

Ketengangan antara dua ekonomi terbesar di dunia ini pun kembali membuat pelaku pasar khawatir. Selain membawa ancaman perlambatan ekonomi global, perang dagang juga akan membuat modal keluar dari negara-negara berisiko di emerging market.

Nah, di tengah bunga turun, yield akan turun. Di sana, modal juga keluar sehingga rupiah bisa melemah. Itu yang menjadi risiko bagi kita,” jelas Hans.

Adapun, IHSG diperkirakan dapat reli kembali pada Oktober yang dinilai memperoleh sentimen positif dari terbentuknya kabinet baru. Dengan demikian, pada akhir tahun indeks diperkirakan Hans dapat menyentuh level 6.500—6.700.

Analis Rekomendasikan Investor Masuk Pasar Obligasi, Ini Alasannya

Dengan potensi BI menurunkan suku bunga sekali lagi sebesar 25 bps menjelang akhir tahun, sektor perbankan dan properti dinilai menarik untuk dicermati investor.

Namun, Hans mengingatkan, prospek pemangkasan suku bunga bakal sedikit tertahan karena—selain perang dagang—The Fed baru-baru ini tidak memberikan pernyataan yang mengindikasikan penurunan suku bunga lebih lanjut.

Direktur Investa Saran Mandiri Hans Kwee menyampaikan, setidaknya sampai akhir tahun ini investor bisa mencermati pasar obligasi terlebih dahulu.

“Kelihatannya memang pasar obligasi yang lebih menarik,” kata Hans kepada Bisnis, Minggu (25/8/2019).

Dirinya menjelaskan, pemangkasan suku bunga 7-Day Reserve Repo Rate (7-DRRR) ke level 5,5% pada pekan lalu dapat menurunkan yield obligasi.

Sementara dampaknya ke pasar saham, diperkirakan baru terjadi dalam jangka menengah karena delay kredit biasanya memakan waktu 3—6 bulan.

Selanjutnya, apabila Bank Indonesia dapat menurunkan suku bunga ke level 5,0% dan 5,25% dalam jangka menengah, Hans menilai hal itu dapat semakin menggairahkan bisnis dan pertumbuhan ekonomi Tanah Air.

Analis Rekomendasikan Investor Masuk Pasar Obligasi, Ini Alasannya

Adapun, dampak pemangkasan suku bunga pekan lalu terhadap pergerakan IHSG hanya terasa sehari, yang tercermin lewat penguatan indeks sebesar 0,26% menjadi 6.255 pada akhir perdagangan Jumat (23/9/2019)

“Jadi, secara jangka menengah akan bagus bagi ekonomi Indonesia dan bagus bagi IHSG,” imbuh Hans.

Sementara dalam jangka pendek ini, IHSG masih mendapat tantangan dari sentimen negatif perang dagang AS—China.

Kendati Presiden AS Donald Trump menunda pengenaan tarif untuk beberapa produk impor asal China menjadi Desember, tetapi produk asal China yang senilai US$100 miliar tetap akan terkena tarif sesuai waktu per 1 September 2019.

Hal itu pun membuat China membalas dengan mengenakan tarif sebesar 5%—10% untuk produk asal AS yang senilai US$75 miliar. Tarif tersebut akan berlaku pada 1 September 2019 dan 15 Desember 2019.

Ketengangan antara dua ekonomi terbesar di dunia ini pun kembali membuat pelaku pasar khawatir. Selain membawa ancaman perlambatan ekonomi global, perang dagang juga akan membuat modal keluar dari negara-negara berisiko di emerging market.

“Nah, di tengah bunga turun, yield akan turun. Di sana, modal juga keluar sehingga rupiah bisa melemah. Itu yang menjadi risiko bagi kita,” jelas Hans.

Adapun, IHSG diperkirakan dapat reli kembali pada Oktober yang dinilai memperoleh sentimen positif dari terbentuknya kabinet baru. Dengan demikian, pada akhir tahun indeks diperkirakan Hans dapat menyentuh level 6.500—6.700.

Dengan potensi BI menurunkan suku bunga sekali lagi sebesar 25 bps menjelang akhir tahun, sektor perbankan dan properti dinilai menarik untuk dicermati investor.

Namun, Hans mengingatkan, prospek pemangkasan suku bunga bakal sedikit tertahan karena—selain perang dagang—The Fed baru-baru ini tidak memberikan pernyataan yang mengindikasikan penurunan suku bunga lebih lanjut.

 
pangan bg

Uji pemahamanmu mengenai aplikasi mobile banking

Apa yang menjadi pertimbangan utama Anda dalam memilih aplikasi mobile banking?

Seberapa sering Anda menggunakan aplikasi mobile banking?

Fitur apa yang paling sering Anda gunakan di aplikasi mobile banking?

Seberapa penting desain antarmuka yang sederhana bagi Anda?

Apa yang membuat Anda merasa nyaman menggunakan aplikasi mobile banking tertentu?

Apakah Anda mempertimbangkan reputasi bank sebelum mengunduh aplikasinya?

Bagaimana Anda menilai pentingnya fitur keamanan tambahan (seperti otentikasi biometrik)?

Fitur inovatif apa yang menurut Anda perlu ditambahkan ke aplikasi mobile banking?

Apakah Anda lebih suka aplikasi yang memiliki banyak fitur atau yang sederhana tetapi fokus pada fungsi utama?

Seberapa penting integrasi aplikasi mobile banking dengan aplikasi lain (misalnya e-wallet atau marketplace)?

Bagaimana cara Anda mengetahui fitur baru pada aplikasi mobile banking yang Anda gunakan?

Apa faktor terbesar yang membuat Anda berpindah ke aplikasi mobile banking lain?

Jika Anda menghadapi masalah teknis saat menggunakan aplikasi, apa yang biasanya Anda lakukan?

Seberapa puas Anda dengan performa aplikasi mobile banking yang saat ini Anda gunakan?

Aplikasi mobile banking apa yang saat ini Anda gunakan?

pangan bg

Terimakasih sudah berpartisipasi

Ajak orang terdekat Anda untuk berpartisipasi dalam kuisioner "Uji pemahamanmu mengenai aplikasi mobile banking"


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Dwi Nicken Tari
Editor : Ana Noviani
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper