Bisnis.com, PANGKAL PINANG -- PT Timah Tbk. tetap optimistis bisa meningkatkan kinerja produksi dan penjualan timah di tengah perang dagang antara China-Amerika Serikat.
Direktur Utama Timah (TINS) M. Riza Pahlevi Tabrani mengatakan kendati ekonomi global tengah dipengaruhi perang dagang antara China-AS, komoditas timah masih dapat memberikan kontribusi positif untuk mendongkrak kinerja neraca dagang Indonesia.
"Harga komoditas ini juga masih terjaga di level yang wajar meski sepanjang tahun ini masih akan bergantung pada konflik kedua negara adikuasa," tuturnya, Kamis (25/7/2019).
Riza menambahkan tingkat permintaan timah kemungkinan tetap mengalami pertumbuhan pada tahun ini.
Alasannya, ekonomi makro dari negara-negara berkembang yang memiliki banyak industri elektronik tengah tumbuh. Negara-negara tersebut membutuhkan pasokan timah yang signifikan untuk mendukung pertumbuhan industri elektroniknya.
Data US Geological Survey pada 2017 menyebutkan bahwa cadangan mineral timah Indonesia berada pada peringkat ke-2 jika dibandingkan dengan total cadangan dunia.
Baca Juga
Riza melanjutkan pihaknya akan memanfaatkan peluang tersebut. Kinerja TINS diklaim mampu melampaui target pada kuartal I/2019, baik dari sisi produksi maupun penjualan.
Pada awal 2019, perseroan menyatakan mampu meningkatkan produksi hingga di atas 20.000 ton biji timah.
"Artinya, pada 2019, rata-rata produksi bijih timah TINS membaik dari tahun lalu dengan pencapaian hingga 7.000 ton Sn per bulan," sebutnya.
Di sisi penjualan, TINS mampu meningkatkan volumenya sebesar 12.590 metrik ton atau rata-rata 4.200 metrik ton per bulan. Oleh karena itu, Riza optimistis dapat mencapai rencana pemenuhan pangsa pasar Indonesia dalam ekspor timah dunia sebesar 60.000 metrik ton, bahkan lebih besar dari itu.
Di sisi lain, produsen timah mendesak Pemerintah Indonesia untuk mengatur data pasokan cadangan timah sehingga industri dapat mengelola penawaran dan harga dengan lebih efektif.
Sekretaris Jenderal Asosiasi Eksportir Timah Indonesia (AETI) Jabin Sufianto menegaskan hal itu penting untuk meningkatkan intervensi dan akan bermanfaat bagi pasar timah. Pasar pun seharusnya memberikan apresiasi terhadap para produsen timah Indonesia yang menerapkan Good Mining Practice kepada regulasi dan prinsip-prinsip pengelolaan usaha yang berkelanjutan.
Pemerintah diminta membuat pengelolaan tata niaga ekspor timah yang lebih baik.
"Jika ada kelebihan pasokan, lebih baik menyisihkannya sebagai status cadangan," ujarnya.
Saat ini, AETI mengekspor 100 persen total produksi timah sehingga pihaknya menerima harga spot, bahkan jika harganya buruk sekalipun.
Menurut Jabin, dalam beberapa tahun terakhir, Indonesia telah berulang kali mencoba membatasi produksi dan penjualan, serta membuat timah wajib diperdagangkan melalui bursa komoditas lokal sebelum pengiriman, dalam hal ini Bursa Komoditas dan Derivatif Indonesia (BKDI). Selain itu, Pemerintah Indonesia juga membuat regulasi bahwa ekspor harus diperiksa oleh surveyor yang ditunjuk untuk memeriksa kualitas dan asal bijih yang digunakan.