Bisnis.com, JAKARTA – Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) tak mampu mempertahankan pergerakannya di atas level 6.400 pada akhir sesi I perdagangan hari ini, Selasa (16/7/2019).
Berdasarkan data Bloomberg, IHSG turun 0,33 persen atau 21,18 poin ke level 6.397,06 pada akhir sesi I dari level penutupan perdagangan sebelumnya. Pada perdagangan Senin (15/7), IHSG mampu menguat 0,7 persen atau 44,89 poin dan ditutup di level 6.418,23
Indeks mulai tergelincir dari penguatannya dengan dibuka turun tipis 0,05 persen atau 3,5 poin di posisi 6.414,73 pagi tadi. Sepanjang perdagangan sesi I, IHSG bergerak fluktuatif di level 6.391,38 – 6.428,27.
Menurut Kepala Riset Reliance Sekuritas Lanjar Nafi, dorongan penguatan bagi IHSG cukup berat melihat pergerakan stochastic yang overbought terhambat dead-cross dan Momentum bearish yang terasa pada indikator RSI.
Sementara itu, indeks saham lainnya di Asia bergerak variatif dengan bursa saham di Jepang dan China melemah, sedangkan bursa di Hong Kong dan Korea Selatan menguat tipis.
Di antara yang bergerak negatif adalah indeks Shanghai Composite dan CSI 300 China yang masing-masing turun 0,11 persen dan 0,34 persen. Adapun indeks Kospi Korsel menguat 0,21 persen pukul 12.01 WIB.
Bursa saham China melemah, setelah mampu naik tiga sesi beruntun sebelumnya, akibat terbebani kekhawatiran investor atas pertumbuhan yang lebih lambat di ekonomi terbesar kedua dunia tersebut dan dampak dari perang perdagangan China dan Amerika Serikat.
Laporan Biro Statistik Nasional China (NBS) pada Senin (15/7/2019) mengungkapkan produk domestik bruto (PDB) China naik 6,2 persen pada kuartal II/2019 dari tahun sebelumnya, lebih rendah dari perolehan pada kuartal I/2019 yakni 6,4 persen.
Pada Senin (15/7), Presiden AS Donald Trump mengatakan perlambatan pertumbuhan ekonomi di China adalah bukti bahwa pengenaan tarif AS memiliki "efek utama". Trump juga memperingatkan bahwa Washington dapat menambah tekanannya.
Namun sebagian indeks saham di Asia bergerak lebih tinggi saat investor menantikan rilis data penjualan ritel dan produksi industri AS pada Selasa (16/7) waktu setempat yang dapat memberi petunjuk seberapa agresifnya bank sentral AS Federal Reserve soal pemangkasan suku bunga.
“Tanda-tanda ketegangan perdagangan membebani laba perusahaan dan memudarnya dampak dari pemotongan pajak akan menggarisbawahi kekhawatiran Federal Reserve AS atas perlambatan investasi bisnis,” ujar Ryan Felsman, ekonom senior di CommSec, dikutip dari Reuters.
“Hal itu tak hanya masuk ke dalam narasi kekhawatiran sekitar ekonomi global, perlambatan ekonomi AS, tetapi juga perlunya potensi penurunan suku bunga yang lebih agresif dari The Fed untuk mendukung ekonomi AS ke depan,” tambahnya.