Bisnis.com, JAKARTA - Pergerakan harga timah masih dalam tekanan dan dibayangi oleh aksi jual investor yang saat ini lebih berfokus terhadap tanda-tanda pelemahan ekonomi global yang menekan proyeksi permintaan.
Berdasarkan data Bloomberg, pada perdagangan Rabu (3/7/2019), harga timah untuk kontrak September 2019 di bursa Shanghai melanjutkan pelemahannya selama 6 hari berturut-turut berada di level 131.000 yuan per ton, melemah 4,81%.
Penurunan tersebut membuat logam yang digunakan dalam kaleng dan baterai timbal-asam tersebut menyentuh level terendah dalam 3 tahun terakhir.
Selain itu, timah di bursa Shanghai sempat menurun tajam sebesar 5% pada perdagangan sebelumnya dan sepanjang tahun berjalan, timah telah bergerak melemah 9,67%.
Sementara itu, timah di bursa London pada penutupan perdagangan Selasa (2/7/2019), juga anjlok sebanyak 6,35% dan membuat timah berada di level US$17.700 per ton. Pelemahan tersebut juga menjadi penurunan harian terbesar bagi timah dalam lebih dari 7 tahun.
Adapun, penurunan tersebut juga telah membawa timah terkontraksi sebesar 9,11% sepanjang tahun berjalan, menjadi logam dengan kinerja terburuk dibandingkan dengan logam dasar lainnya.
Baca Juga
Mengutip riset Citic Futures, tidak terdapat alasan yang jelas terhadap penurunan harga timah saat ini karena data fundamental komoditas telah lama tidak berubah.
"Pola keseluruhan dari penawaran dan permintaan yang lemah tetap tidak berubah, para pabrik peleburan timah China semuanya telah merugi dengan level harga timah saat ini," tulis Citic Futures dalam risetnya seperti dikutip dari Reuters, Rabu (3/7/2019).
Berdasarkan data International Tin Association di China, pasokan timah masih terbatas. Hingga Mei 2019, produksi timah China yang disempurnakan telah turun sekitar 10% secara yoy, sedangkan impor dari negara tetangga, Myanmar telah turun 33%.
Di sisi lain, aktivitas manufaktur global kembali terkontraksi selama 2 bulan berturut-turut pada akhir kuartal kedua, menandakan prospek pertumbuhan ekonomi yang memburuk.
Data ekonomi terbaru menunjukkan aktivitas pabrik di seluruh Asia dan Eropa menyusut untuk periode Juni, sedangkan AS hanya menunjukkan pertumbuhan aktivitas manufaktur yang moderat.
Menurut data JPMorgan, prospek global menunjukkan pelemahan pada bulan Juni dan optimisme bisnis pun merosot lebih jauh ke titik terlemah sejak data sentimen pertama kali dikompilasi pada Juli 2012.
Morgan Stanley menanggapi pelemahan aktivitas manufaktur global tersebut dengan menurunkan perkiraan pertumbuhan dunia dan mengatakan bahwa gencatan senjata tarif impor saja tidak cukup untuk menghilangkan ketidakpastian perdagangan.
Dia mengatakan, negosiasi perdagangan AS dan China pada akhirnya hanya akan membebani prospek pertumbuhan ekonomi global yang mempengaruhi prospek permintaan logam.
Prospek untuk timah juga semakin ditekan oleh penurunan tajam penjualan semikonduktor yang merupakan sumber utama permintaan timah.
Mengutip Bloomberg, saham produsen semikonduktor asal Korea telah jatuh akibat sentimen Jepang yang tengah berusaha untuk memblokir ekspor komponen pembuat Chip ke Korea Selatan pada pekan ini, menyusul eskalasi ketegangan dua negara yang berkepanjangan tentang reparasi era kolonial.
Pergerakan timah yang berjalan di jalur bearish tersebut telah membuat mayoritas analis cenderung pesimistis pada timah. Bahkan, analis Mirae Asset Sekuritas Indonesia Andy Wibowo Gunawan mengatakan bahwa pihaknya tidak mendukung perdagangan timah untuk sepanjang pekan ini.