Bisnis.com, JAKARTA -- Harga minyak naik lebih dari 2 persen pada Jumat (7/6/2019), didorong oleh pernyataan Arab Saudi terkait produksi minyak mereka.
Dalam sebuah konferensi di St. Petersburg, Rusia, Menteri Energi Arab Saudi Khalid Al Falih menyatakan bahwa harga US$60 per barel terlalu rendah untuk mendorong investasi di industri minyak dunia. Dia melanjutkan pihaknya tak mau mengerek produksi minyak Arab Saudi untuk mengompensasi rendahnya harga dan bahwa kondisi jatuhnya harga minyak pada 2014-2015 adalah sesuatu yang tidak bisa terjadi kembali.
Reuters melansir Jumat (7/6), harga kontrak berjangka Brent naik menjadi US$63,02 per barel sedangkan West Texas Intermediate (WTI) meningkat menjadi US$53,69 per barel. Kenaikan ini merupakan penguatan tertinggi harian sejak akhir April 2019.
Kesepakatan OPEC+, yang mencakup negara-negara OPEC dan beberapa negara produsen minyak lainnya termasuk Rusia, untuk memangkas produksi hingga 1,2 juta barel per hari akan berakhir pada akhir Juni 2019.
Meski Presiden Rusia Vladimir Putin menuturkan bahwa dirinya memiliki perbedaan dengan OPEC terkait harga minyak yang adil, tapi Moskow akan tetap ikut serta dengan keputusan bersama OPEC terkait produksi minyak dalam pertemuan beberapa pekan mendatang.
Sementara itu, kantor berita RIA melaporkan Menteri Perminyakan Irak Thamer Ghadhban telah mengungkapkan bahwa OPEC dan sekutunya kemungkinan besar bakal melanjutkan kesepakatan tersebut hingga akhir tahun ini.
Baca Juga
Selain ada penurunan produksi dari OPEC dan negara sekutu, pasokan minyak juga berkurang karena Iran dan Venezuela dijatuhi sanksi ekspor minyak oleh AS. Meski demikian, sentimen permintaan tetap rendah di tengah indikasi stagnannya pertumbuhan ekonomi dunia dan naiknya tensi perang dagang AS-China.