Bisnis.com,JAKARTA — Laba bersih yang dikantongi PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) melejit 162,13 persen secara tahunan pada 2018 ditopang kenaikan penjualan, efisiensi, serta kebijakan domestic market obligation untuk produk batu bara.
Berdasarkan laporan keuangan yang dipublikasikan melalui laman Bursa Efek Indonesia (BEI), Rabu (29/5/2019), Perusahaan Listrik Negara (PLN) mengantongi pendapatan penjualan tenaga listrik Rp263,47 triliun atau naik 6,85 persen secara tahunan pada 2018. Selanjutnya, pendapatan dari penyambungan pelanggan mencapai Rp7,30 triliun tahun lalu atau naik 2,67 persen dari periode yang sama tahun lalu.
Selain itu, PLN memiliki tambahan pendapatan usaha lain-lain senilai Rp2,11 triliun pada 2018. Dengan demikian, total pendapatan perseroan mencapai Rp272,89 triliun atau tumbuh 6,89 persen secara tahunan.
Dari sisi beban usaha, korporasi setrum milik negara itu mengeluarkan beban bahan bakar dan pelumas Rp137,26 triliun pada 2018 atau naik 17,38 persen secara tahunan. Beban pembelian tenaga listrik juga naik 16,35 persen secara tahunan menjadi Rp84,26 triliun.
Sebaliknya, beban sewa tercatat turun 35,20 persen secara tahunan menjadi Rp4,27 triliun. Kondisi itu serupa dengan beban kepegawaian yang susut 0,74 persen secara tahunan menjadi Rp22,95 triliun.
Adapun, beban pemeliharaan naik dari Rp19,51 triliun pada 2017 menjadi Rp20,73 triliun pada 2018. Beban penyusutan naik 5,42 persen menjadi Rp30,74 triliun dan beban lain-lain naik 3,25 persen menjadi Rp7,95 triliun.
Total beban usaha PLN tahun lalu mencapai Rp308,18 triliun. Posisi itu naik 11,87 persen dari Rp275,47 triliun pada 2017.
Dari situ, terlihat beban usaha naik lebih tinggi dari pendapatan usaha. Akibatnya, perseroan membukukan rugi usaha sebelum subsidi Rp35,29 triliun pada 2018 atau naik 74,96 persen dari Rp20,17 triliun pada Rp20,17 triliun pada 2017.
Kendati demikian, PLN mendapatkan subsidi listrik pemerintah Rp48,10 triliun pada 2018. Jumlah itu bertambah 5,18 persen dari Rp45,73 triliun pada 2017.
Selanjutnya, perseroan juga mengantongi pendapatan kompensasi Rp23,17 triliun pada 2018. Pos itu tidak muncul dalam laporan keuangan 2017.
Di jelaskan dalam catatan laporan keuangan 2018, pendapatan itu merupakan kompensasi dari pemerintah atas penggantian biaya pokok penyediaan (BPP) tenaga listrik beberapa golongan pelanggan yang tarif penjualan tenaga listriknya lebih rendah dibandingkan dengan BPP dan belum diperhitungkan dalam subsidi diakui sebagai pendapatan atas dasar akrual.
Dengan demikian, PLN membukukan laba bersih Rp11,56 triliun pada 2018. Pencapaian itu naik 162,13 persen dari Rp4,41 triliun pada 2017.
Direktur Keuangan Perusahaan Listrik Negara Sarwono Sudarto mengatakan pertumbuhan laba bersih yang dibukukan perseroan pada 2018 ditopang sejumlah faktor. Salah satunya penjualan listrik yang diklaim tumbuh signifikan.
Selain itu, Sarwono menyebut korporasi setrum milik negara itu melakukan efisiensi. Selanjutnya, keuntungan tahun lalu juga ditopang oleh kebijakan kewajiban memasok untuk pasar dalam negeri atau domestic market obligation (DMO) untuk komoditas batu bara.
“Dari DMO yang paling besar,” ujarnya saat ditemui di Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Rabu (29/5).
Kendati mengantongi laba Rp11,56 triliun pada 2018, PLN tidak memberikan dividen kepada negara untuk kinerja buku keuangan tahun lalu. Hal itu ditegaskan oleh Deputi Bidang Usaha Energi, Logistik, Kawasan dan Pariwisata Kementerian BUMN Edwin Hidayat Abdullah.
“Laba bersih [PLN] semua ditahan buat cadangan,” ujarnya saat dihubungi Bisnis.