Bisnis.com, JAKARTA - Rupiah belum bisa bergerak menjauh dari zona merah seiring dengan minimnya katalis positif yang mampu menguatkan mata uang Garuda.
Berdasarkan data Bloomberg, pada perdagangan Rabu (15/5/2019) pukul 13.50 WIB, rupiah bergerak melemah 0,111% atau terdepresiasi 16 poin di level Rp14.450 per dolar AS, terlemah kedua di antara mata uang asia.
Adapun, mata uang garuda telah bergerak melemah 1,073% sepanjang satu pekan terakhir. Mengutip riset harian Asia Trade Point Futures, rupiah tampaknya belum menemukan momentum yang tepat untuk menguat sehingga kembali terpojok dihadapan dolar AS.
"Meredanya ketegangan dagang AS-China belum dapat meyakini investor untuk mengoleksi rupiah," mengutip riset Asia Trade Point Futures, Rabu (15/5/2019).
Presiden AS Donald Trump mengatakan akan bertemu Presiden China Xi Jinping pada pertemuan KTT G20 Juni mendatang dan sempat menjadi katalis positif bagi pasar Asia. Namun, sentimen tersebut tidak mampu mengangkat rupiah.
Apalagi, dari sentimen dalam negeri, Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan neraca perdagangan Indonesia berbalik negatif dengan defisit mencapai US$2,5 miliar, terbesar sejak Juli 2013.
Baca Juga
Defisit tersebut menimbulkan kekhawatiran pasar bahwa transaksi berjalan Indonesia yang menjadi fondasi pergerakan rupiah akan semakin melebar, sehingga rupiah menjadi kehilangan pijakan untuk menguat.
Padahal, analis Asia Trade Point Futures Deddy Yusuf Siregar mengatakan bahwa rupiah memiliki ruang penguatan karena telah diperdagangkan terlalu murah dalam beberapa pekan terakhir.
"Jika dilihat dari teknikalnya saja rupiah sudah overboard dan terlihat ada potensi rebound akibat kecenderungan aksi ambil untung oleh pelaku pasar," ujar Deddy kepada Bisnis.com.