Bisnis.com, JAKARTA—Tahun 2019 dinilai menjadi momentum yang tepat bagi calon emiten untuk merealisasikan rencana mereka guna melakukan penawaran umum perdana saham atau initial public offering (IPO), sebab dinamika pasar finansial berpotensi jauh lebih tenang dibandingkan tahun lalu.
Padahal, sepanjang tahun lalu, di saat dinamika pasar finansial global sangat tinggi, pasar modal Indonesia berhasil mencatatkan rekor kedatangan emiten baru mencapai 57 emiten.
Kendati tahun ini ada sentimen pemilu, tetapi kondisi pasar yang stabil mestinya menjadi alasan bagi calon emiten untuk segera melantai.
Anton Hendranata, Ekonom Bank BRI, mengatakan bahwa tahun lalu Amerika Serikat merupakan satu-satunya negara di dunia yang performanya unggul. Hal ini menyebabkan AS sangat agresif menaikkan suku bunga. Tidak heran bila dolar banyak mengalir ke AS.
Namun, kondisi tahun ini tampaknya akan berbalik. IMF terus menurunkan proyeksi pertumbuhan ekonomi global, termasuk AS, bahkan hingga ke level terendahnya sejak krisis keuangan global 2009.
Terbaru, IMF menurunkan proyeksi pertumbuhan global menjadi 3,3%, turun dari proyeksi Januari 2019 yang sebesar 3,5%. Untuk AS, IMF memangkas proyeksi pertumbuhan dari semula 2,5% menjadi 2,3%.
Proyeksi ini akan semakin memperkuat keyakinan pasar terhadap pendirian dovish The Fed tahun ini. Bila perlambatan ekonomi AS terus berlanjut, tampaknya sulit bagi The Fed untuk memaksakan kenaikan suku bunga tahun ini. Justru, bila pelemahan AS berlanjut, era penurunan suku bunga kemungkinan akan mulai terjadi.
“Pasar finansial akan lebih kalem pada 2019. Bisa kita katakana, pada 2019 era suku bunga murah akan kembali terjadi. Itu akan menarik bagi saham dan obligasi karena ketika suku bunga turun, saham akan kinclong,” katanya, Rabu (10/4/2019).
Anton mengatakan, bila menimbang tingginya arus keluar asing dari pasar saham Indonesia dalam 2 tahun terakhir, mestinya tinggal menunggu waktu sebelum mereka kembali agresif masuk ke dalam negeri.
Total arus keluar asing 2017 – 2018 mencapai Rp93 triliun, sedangkan arus masuk hingga awal April baru Rp15,19 triliun. Bila investor asing ingin mengembalikan posisi kepemilikannya di pasar domestik, setidaknya ada potensi arus masuk hingga Rp90 triliun.
Tambahan likuiditas ini akan menjadi peluang bagi emiten baru yang ingin listing di pasar modal.