Bisnis.com, JAKARTA— PT Barito Pacific Tbk. mengklaim akuisisi Star Energy akan menjaga stabilitas pertumbuhan kinerja keuangan perseroan di tengah fluktuasi bisnis petrokimia yang erat kaitannya dengan sejumlah faktor global.
General Manager Investor Relation Barito Pacific Gaurav Yadav menuturkan bahwa bisnis pembangkit listrik panas bumi Star Energy (SEG) menghasilkan margin yang lebih stabil dibandingkan dengan petrokimia.
Pasalnya, lini bisnis perseroan di petrokimia, lewat PT Chandra Asri Petrochemical Tbk. (TPIA), terbilang fluktuatif dan erat kaitannya dengan faktor global seperti harga bahan baku.
Sebagai gambaran, dia menjelaskan bahwa Chandra Asri Petrochemical berkontribusi US$2,54 miliar terhadap total pendapatan Barito Pacific US$3,07 miliar pada 2018.
Dari situ, earnings before interest, taxes, depreciation and amortization (EBITDA) yang dihasilkan sekitar US$413 juta.
Pada 2017, Gaurav menyebut EBITDA yang dihasilkan bisnis petrokimia Chandra Asri Petrochemical sekitar US$513 juta. Artinya, terjadi penurunan untuk realisasi 2018.
Di tengah kondisi tersebut, Star Energy menghasilkan atau berkontribusi terhadap total pendapatan senilai US$522 juta.
Dari situ, SEG mampu berkontribusi sekitar US$400 juta terhadap total EBITDA perseroan US$813 pada 2018.
“SEG pada 2018 menghasilkan EBITDA margin 83 persen dan posisi itu relatif stabil,” ujarnya akhir pekan ini.
Dalam siaran persnya, Direktur Utama Barito Pacific Agus Salim Pangestu menjelaskan bahwa tahun lalu merupakan periode transformasi bagi perseroan.
Emiten berkode saham BRPT itu telah mengakuisisi 66,67 persen saham Star Energy, produsen panas bumi terbesar ketiga di dunia.
“Akuisisi ini membantu memberikan pilar pendapatan yang stabil untuk mendampingi anak usaha kami, Chandra Asri Petrochemical,” jelasnya.
Agus menjelaskan bahwa perseroan membukukan pertumbuhan pendapatan bersih secara konsolidasian sebesar 7,8 persen secara tahunan menjadi US$3,07 miliar pada 2018.
Secara detail, pendapatan bersih dari bisnis petrokimia masih tumbuh 5,1 persen dari US$2,41 miliar pada 2017 menjadi US$2,54 miliar pada 2018.
Pertumbuhan kontribusi bisnis petrokimia terutama disebabkan realisasi harga penjualan rata-rata yang lebih tinggi, khususnya dari penjualan ethylene, polyethylene, dan polypropylene.
Sementara itu, pendapatan dari bisnis panas bumi meningkat 23,4 persen menjadi US$522 juta yang dihasilkan dari pendapatan Aset Salak dan Darajat yang diakuisisi oleh SEG dari dari Chevron pada Maret 2017.
Di sisi lain, terjadi kenaikan beban pokok pendapatan sebesar 15,1 persen dari US$1,97 miliar menjadi US$2,27 miliar pada 2018.
Peningkatan itu terutama disebabkan biaya rata-rata naptha yang meningkat sekitar 30 persen dari US$500 per ton pada 2017 menjadi US$650 per ton pada 2018.
“Ketegangan geopolitik ditambah dengan harga minyak mentah atau bahan baku yang tidak stabil menaikkan beban biaya pendapatan sebesar 15,1 persen yang mengakibatkan berubahnya margin kimia,” jelas Agus.
Sementara itu, beban keuangan perseroan tercatat naik 33,3 persen dari US$156 juta pada 2017 menjadi US$208 juta pada 2018.
Manajemen BRPT menyebut kondisi itu terutama disebabkan oleh dampak setahun penuh dari penerbitan 4,95 persen senior unsecured noted TPIA senilai US$300 juta jatuh tempo pada 2024, penerbitan obligasi TPIA Rp1,5 triliun atau sekitar US$102,3 juta, dan dampak setahun penuh dari pinjaman berjangka untuk akuisisi aset Salak dan Darajat pada Maret 2017.
Dengan demikian, laba bersih setelah pajak BRPT turun 35,5 persen secara tahunan. Jumlah yang dikantongi turun dari US$375 juta pada 2017 menjadi US$242 juta pada 2018.
Agus mengatakan akan terus mempertahankan tingkat operasi pabrik yang tinggi dan mengoptimalkan portofolio produk. Pihaknya menyatakan optimistis dengan prospek jangka panjang industri petrokimia dan akan tetap fokus kepada penyelesaian rencana ekspansi.
“Kontribusi dari bisnis panas bumi akan terus mendukung kinerja keuangan kami secara keseluruhan pada masa depan,” tuturnya.
Dalam riset yang dipublikasikan melalui Bloomberg, Analis PT Mirae Asset Sekuritas Indonesia Lee Young Jun memproyeksikan kontribusi Star Energy terhadap laba bersih BRPT akan lebih tinggi ke depan. Proyeksi itu sejalan dengan beban bunga yang lebih rendah.