Bisnis.com, JAKARTA — PT Arwana Citramulia Tbk. menyiapkan sejumlah strategi untuk mendorong pertumbuhan margin di tengah tantangan industri keramik seperti harga gas yang belum bersaing dan produk impor.
Emiten dengan kode saham ARNA ini menargetkan dapat mencapai margin laba bersih 9,4% pada 2019, lebih tinggi dari angka 2018 sebesar 8%. Pada 2017, margin laba bersih perseroan sebesar 7%.
Chief Financial Officer Arwana Citramulia Rudy Sujanto mengatakan, margin laba bersih perseroan berkembang cukup baik beberapa tahun ini. Kondisi pasar pada 2017 dan 2018 yang masih stagnan dan kompetitif karena serbuan produk impor, tidak memungkinkan perseroan menaikkan harga jual.
Ada beberapa faktor yang mendorong pertumbuhan margin perseroan seperti efisiensi biaya produksi berasal dari gas yang berkontribusi 30% terhadap biaya produksi ARNA. Dia mengatakan, konsumsi gas mendekati 1,65 kubik untuk 1 meter persegi keramik, dari level 1,71 kubik pada 2018. Pada 2015, konsumsi gas mencapai 1,96 kubik untuk satu meter persegi.
"[Konsumsi] gas Arwana 2 kubik pada 2015. Dan sekarang [2018] hanya 1,7 kubik. Dengan demikian terjadi penghematan yang luar biasa. Itu salah satu faktor pertumbuhan dari Arwana," katanya, belum lama ini.
Di samping itu, perseroan menekan tingkat reject yang semula hampir 6% pada 2013-2014 menjadi 1,5% pada 2018. Rudy menjelaskan, setiap 1% reject setara dengan 500.000 meter persegi. Jika berdasarkan COGS Rp26.000 per meter persegi, maka terjadi penghematan Rp13 miliar untuk setiap 1% tingkat reject.
Baca Juga
"Dengan menurunkan [tingkat reject] 4%, Arwana sudah menekan Rp52 miliar setahun. Dengan demikian, Arwana bisa membukukan margin sebesar 8% di 2018 dan tahun ini menargetkan margin 9,4% tanpa menaikan harga jual," imbuhnya.
Strategi lainnya melalui mix product, yakni perseroan akan meningkatkan kontribusi penjualan produk Digi Uno dari semula 51% pada 2018 menjadi 56% pada 2019. Produk Digi Uno merupakan produk keramik yang menggunakan teknologi digital printing. Produk ini memiliki pasar menengah ke atas dan memberikan margin yang lebih besar.
Chief Operating Officer Arwana Citramulia Edy Suyanto mengatakan, perseroan menargetkan produk Digi Uno dapat memberikan kontribusi 56% pada tahun ini, meningkat dari semula 51% pada 2018. Adapun, 40% lainnya akan dikontribusikan dari produk best buy dengan segmen pasar menengah ke bawah, dan 4% lainnya dari produk reguler.
"Di 2014, hampir 98%-99% [produk] untuk segmen menengah ke bawah. Di 2018, Uno meningkat menjadi 38% dan Digi 13% untuk segmen menengah ke atas. Di 2019, kami menargetkan Uno di 43% dan Digi 13%. Ini salah satu strategi melakukan mix produk," katanya belum lama ini.
Melalui riset yang dirilis pada 1 Maret 2019, Research Analyst PT MNC Sekuritas Victoria Venny NS mengatakan, perseroan berhasil membukukan penjualan dan laba bersih 2018 sedikit di atas proyeksi analis yakni masing-masing 105% dan 107% dari proyeksi MNC Sekuritas.
Analis meyakini perseroan mampu melanjutkan pertumbuhan positif pada tahun ini. Beberapa katalis yang mendukung tren positif perseroan di antaranya, pertama, bea masuk yang lebih tinggi untuk keramik impor. Pada September 2018, pemerintah merilis Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No.119/PMK.010/2018 tentang pengenaan BMTP atas impor produk ubin keramik.
Kedua, kapasitas produksi perseroan meningkat menjadi 59-60 juta meter persegi per tahun dengan belanja modal Rp40 miliar pada tahun ini. Diketahui, ARNA melakukan penambahan line produksi keramik lantai ukuran 50cmx50cm di pabrik di Ogan Ilir, Palembang, Sumatera yang ditarget beroperasi mulai semester II/2019.
Ketiga, perseroan melakukan komposisi bauran produk yang lebih baik. Analis memprediksi tren komposisi Uno-Digi sebesar 50% pada 2019. Sebelumnya, Venny mengatakan, setiap peningkatan 1% produk Uno-Digi diperkirakan menghasilkan 0,86% peningkatan laba kotor. Jika kontribusi Uno-Digi meningkat, maka otomatis marginnya juga akan terangkat.
Keempat, potensi penurunan harga gas adalah hal positif yang belum diperhitungkan dalam proyeksi analis. Venny merekomendasikan beli terhadap saham ini, tetapi belum memberikan target harga sepanjang 2019. "Sama seperti yang ditargetkan manajemen, proyeksi kami untuk net sales Rp2,1 triliun dan net profit Rp200 miliar," katanya dikonfirmasi pada pekan lalu.
Sebelumnya, dalam riset yang dipublikasikan pada 8 Februari 2019, analis PT RHB Sekuritas Indonesia Andrey Wijaya menyampaikan, PMK No.119/PMK.010/2018 yang menetapkan bea masuk impor keramik 23% dan efektif pertengahan Oktober 2018, mengakibatkan harga ritel keramik impor meningkat 25%. Setelah kebijakan ini, ARNA memiliki peluang untuk mengisi celah dengan memproduksi ubin keramik yang baru dengan harga ritel Rp50.000-Rp80.000 per meter persegi.
RHB Sekuritas mempertahankan rekomendasi beli terhadap saham ARNA dengan target harga Rp590 per saham, yang mencerminkan PE 2019 sebesar 21,5 kali dan PE 2020 sebesar 18,5 kali, sebagaimana analis meningkatkan proyeksi pendapatan 2019 dan 2020 masing-masing sebesar Rp2,15 triliun dan Rp2,39 triliun. Proyeksi pertumbuhan ini seiring dengan permintaan keramik yang diperkirakan meningkat khususnya pada produk Digi-Uno.
Pada perdagangan Senin (11/3/2019) pukul 09.47 WIB, saham ARNA berada pada level Rp494 per saham, menguat 1,23%.