Bisnis.com, JAKARTA -- MNC Sekuritas memperkirakan harga Surat Utang Negara (SUN) kembali bergerak bervariasi dengan adanya peluang mengalami penurunan pada perdagangan Jumat (8/3/2019), di tengah makin pesimisnya investor terhadap kondisi pasar saat ini.
Kepala Divisi Riset Fixed Income MNC Sekuritas I Made Adi Saputra mengatakan bahwa hal ini dipicu oleh ketegangan yang terjadi antara AS dengan beberapa negara di regional Asia, yaitu China dan Korea Utara (Korut), yang secara tidak langsung juga akan berdampak kepada kondisi pasar di Indonesia.
Sementara itu, pergerakan harga SUN juga akan cenderung terbatas di tengah investor yang menantikan rilisnya data cadangan devisa Indonesia pada hari ini.
"Dengan masih terbukanya peluang terjadinya koreksi harga, maka kami sarankan kepada investor untuk tetap mencermati pergerakan harga SUN dengan fokus pada seri SUN dengan tenor pendek dan menengah," paparnya dalam riset harian, Jumat (8/3).
Made memperkirakan arah pergerakan harga SUN masih akan banyak dipengaruhi oleh pergerakan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS.
Beberapa seri yang cukup menarik untuk dicermati di antaranya adalah FR0069, FR0053, FR0061, FR0056, FR0059, dan FR0071.
Pada perdagangan Rabu (6/3), harga SUN mengalami penurunan yang didukung oleh melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar AS serta adanya sentimen negatif dari faktor eksternal. Harga SUN turun hingga 32 bps, yang mendorong kenaikan yield sebesar 3,8 bps.
Adapun SUN seri acuan mengalami koreksi harga pada keseluruhan serinya. Seri acuan bertenor 15 tahun mengalami penurunan harga tertinggi yaitu sebesar 33 bps, yang menyebabkan terjadinya kenaikan imbal hasil sebesar 3,8 bps.
Diikuti oleh penurunan harga pada seri acuan bertenor 10 tahun sebesar 22 bps, sehingga mendorong kenaikan imbal hasil sebesar 3 bps.
Sementara itu, SUN bertenor 20 tahun mengalami penurunan harga sebesar 12 bps, yang mengakibatkan terjadinya kenaikan yield sebesar 1,3 bps. Untuk SUN seri acuan bertenor 5 tahun, terjadi koreksi harga sebesar 9 bps sehingga berdampak kepada kenaikan imbal hasil sebesar 2,1 bps.
Perubahan harga SUN masih didorong oleh beberapa sentimen, di antaranya faktor perubahan nilai tukar rupiah yang mengalami pelemahan terhadap dolar AS. Hal ini disebabkan oleh beberapa sentimen dari faktor eksternal seperti perang dagang antara China dan AS serta isu nuklir yang terjadi di Korut.
Beberapa sentimen tersebut berdampak kepada para pelaku pasar yang makin pesimis terhadap kondisi pasar di regional asia, termasuk Indonesia.
Dari sisi domestik, meredupnya optimisme konsumen menjadi salah satu faktor yang menekan kinerja saham dan nilai tukar rupiah yang terindikasi dari penurunan nilai Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) pada periode Februari 2019 sebesar 0,4 pts dibandingkan dengan periode bulan sebelumnya, sehingga berada di level 125,1.
Selain itu, pada akhir pekan ini juga akan dirilis cadangan devisa Indonesia untuk periode Februari 2019 di mana kondisi tersebut membuat para pelaku pasar melakukan aksi wait and see.
Pergerakan harga SUN dengan denominasi mata uang dolar AS terlihat mengalami arah pergerakan yang beragam di tengah menguatnya imbal hasil US Treasury.
Adapun perubahan harga terjadi pada sebagian besar seri SUN berdenominasi dolar AS. Pergerakan harga dari INDO24 mengalami kenaikan 0,9 bps, sehingga mendorong terjadinya penurunan yield sebesar 0,2 bps ke level 3,791%.
Sementara itu, pergerakan harga seri INDO29 dan INDO 44 masing-masing terkoreksi 0,1 bps dan 19,7 bps. yang berdampak terhadap penguatan tingkat imbal hasil masing-masing ke level 4,195% dan 5,021%. Untuk seri INDO49, terjadi perubahan harga sebesar 10,6 bps yang mendorong terjadinya kenaikan yield sebesar 0,6 bps.
Volume perdagangan SUN yang dilaporkan pada perdagangan kemarin mengalami penurunan dibandingkan dengan volume perdagangan sebelumnya, yang mencapai Rp14,94 triliun dari 39 seri SUN.
Volume perdagangan tertinggi didapati pada seri FR0077, yakni sebesar Rp4,127 triliun dari 42 kali transaksi. Diikuti SUN seri FR0078 dan FR0068 masing-masing sebesar Rp1,805 triliun dari 37 kali perdagangan dan Rp1,321 triliun dari 62 kali transaksi.
Untuk perdagangan Sukuk Negara, Project Based Sukuk terbesar didapati pada seri PBS013 dan seri PBS012, masing-masing senilai Rp98,54 miliar dari 2 kali transaksi dan Rp40 miliar dari 6 kali perdagangan.
Di sisi lain, volume perdagangan surat utang korporasi yang dilaporkan lebih besar dibandingkan dengan volume perdagangan sebelumnya, yakni senilai Rp1,31 triliun dari 48 seri obligasi yang diperdagangkan
Volume perdagangan terbesar didapati pada seri Obligasi Berkelanjutan II Indosat Tahap III Tahun 2018 Seri A (ISAT02ACN3) senilai Rp393 miliar dari 2 kali transaksi. Diikuti surat utang korporasi seri Obligasi Berkelanjutan II Indosat Tahap I Tahun 2017 Seri B (ISAT02BCN1) dan seri Obligasi Berkelanjutan IV BFI Finance Indonesia Tahap II Tahun 2019 Seri B (BFIN04BCN2) masing-masing senilai Rp80 miliar dari 4 kali transaksi dan Rp75 miliar untuk 3 kali transaksi.
Pada perdagangan Rabu (6/3), nilai tukar rupiah terhadap dolar AS mengalami pelemahan sebesar 17,00 pts (0,11%) ke level Rp14.144 per dolar AS. Pelemahan tersebut terjadi di tengah beragamnya pergerakan nilai tukar mata uang regional terhadap dolar AS.
Rupee India (INR) memimpin penguatan setelah naik 0,19%. Peso Filipina (PHP) dan Yen Jepang (JPY) juga mengalami penguatan, masing-masing sebesar 0,15% dan 0,03%.
Sebaliknya, pelemahan terdalam terjadi pada Ringgit Malaysia (MYR) sebesar 0,35%. Diikuti oleh Won Korea Selatan (KRW) dan Baht Thailand (THB), masing-masing 0,3% dan 0,29%.
Di sisi lain, imbal hasil dari US Treasury dengan tenor 10 tahun ditutup mengalami penguatan terbatas sebesar 0,5 bps yang berada pada level 2,641%. Hal yang sama juga terjadi pada US Treasury bertenor 30 tahun yang mengalami penguatan sebesar 0,2 bps ke level 3,027%, di tengah kondisi pasar saham AS yang bergerak melemah.
Indeks DJIA ditutup melemah 78 bps sehingga berada pada level 25473,23 dan indeks NASDAQ terkoreksi 113 bps sehingga berada pada level 7421,46.
Sementara itu, untuk pasar obligasi Inggris (Gilt) bertenor 10 tahun mengalami kenaikan ke level 1,18% dan tenor 30 tahun juga naik ke level 1,671%. Adapun obligasi Jerman (Bund) untuk tenor 10 tahun mengalami penurunan ke level 0,062%, sedangkan untuk tenor 30 tahun naik terbatas ke level 0,73%.