Bisnis.com, JAKARTA – Setelah meluncurkan kontrak fisik timah murni (ex-warehouse) yang memanfaatkan pusat logistik berikat (PLB), Bursa Komoditi dan Derivatif Indonesia (Indonesia Commodity & Derivates Exchange/ICDX) juga berencana memperdagangkan komoditas nikel.
“Timah yang pertama. Setelah ini nikel,” ujar Presiden Direktur ICDX Logistik Berikat Petrus Tjandra dalam acara jumpa pers di gedung ICDX, Jakarta, Senin (4/3/2019).
Dia mengatakan, saat ini harga nikel di bawah harga patokan minimum (HPM). Oleh sebab itu, perlu diperdagangkan agar harganya terangkat. Sementara itu, Indonesia merupakan salah satu produsen nikel dunia.
Terkait dengan hal tersebut, Petrus mengatakan, pihaknya kini tengah berbicara dengan Asosiasi Penambang Nikel Indonesia untuk memastikan harga diperdagangkan seusai dengan HPM. “Kita saat ini yang punya nikel. [Tetapi] selama ini [perdagangannya] di London,” katanya.
Selain timah dan nikel, pihaknya juga berharap dapat meperdagangkan batu bara. Menurutnya, sebagai negara produsen, seharusnya Indonesia bisa bermain dalam perdagangan batu bara dunia. “Kita yang punya batu bara,” katanya.
Sekadar informasi dalam kontrak fisik timah itu, penyerahan yang sebelumnya dilakukan di atas kapal kini beralih di gudang Pusat Logistik Berikat (PLB) di Bangka Belitung. Penggunaan fasilitas PLB dalam transaksi ekspor timah ini, merupakan yang pertama di Indonesia.
Sebelum ada PLB, timah-timah yang hendak diekspor disimpan di gudang-gudang luar negeri. Terutama di gudang-gudang milik bursa London Metal Exchange yang berada di Singapura dan London.
“Kami harapkan tidak hanya di Singapura, tetapi juga bisa simpan di Indonesia. Sebanyak-banyaknya timah mau disimpan kami sanggup,” katanya.