Bisnis.com, JAKARTA – Potensi penguatan harga karet alam diyakini tidak akan berdampak signifikan pada kinerja emiten ban pada tahun ini. Produsen ban diyakini akan tetap dapat menjaga margin di tengah kenaikan harga bahan baku utama.
Analis Panin Sekuritas William Hartanto menyampaikan manajemen emiten ban dapat mengakali potensi kenaikan harga bahan baku dengan meningkatkan harga produk sehingga beban kenaikan tersebut akan ditransfer ke konsumen.
“Margin akan terganggu tapi bisa diantisipasi dengan kenaikan harga produk juga sehingga efek dari kenaikan ini tidak akan signifikan untuk industri. Hal tersebut sudah biasa dilakukan oleh perusahaan, makanya setiap tahun harga barang naik,” ungkap William di Jakarta, Selasa (26/2/2019).
Selain itu, William menyampaikan rencana pembatasan ekspor oleh ketiga negara produsen karet yaitu Indonesia, Thailand, dan Malaysia tidak akan terealisasi dalam waktu dekat.
“Selama ini, tidak mudah bagi kita untuk membatsi impor karet karena perlu pertimbangan dari segi kebutuhan negara penjual dan pembeli. Ada juga pertimbangan penerimaan negara akan turun jika ekspor karet dibatasi,” ungkap William.
Research and Analyst PT Fasting Futures Deddy Yusuf menyampaikan , koreksi harga karet alam dunia cukup dalam, yaitu mencapai 25%. Dengan mulai berakhirnya sengketa dagang antara China dan Amerika Serikat, harga komoditas tersebut diprediksi akan memulih.
“Dengan meredanya ketegangan dagang antara AS dan China serta kebijakan dari 3 negara untuk mengurangi ekspor Karet sebanyak 200.000 ton—300.000 ton, akan dapat menopang laju karet sepanjang tahun ini,” ungkap Deddy.
Deddy menyampaikan pemerintah perlu terlibat untuk mengembalikan harga karet ke level fundamentalnya. Dia mencatat pada tahun lalu produksi karet global sebesar 13,5 juta ton, dengan konsumsi 13,4 juta ton. Selain itu, ada terdapat surplus persediaan global yang hanya 168.000 ton.
Artinya, Deddy menilai permintaan karet alam di pasar global masih cukup tinggi. Kondisi ini mendukung penguatan harga komoditas tersebut.