Bisnis.com, JAKARTA – Emiten pertambangan batu bara PT Bumi Resources Tbk. berencana membangun pabrik petrokimia yang nantinya akan memproduksi methanol dan bahan bakar diesel (diesel fuel). Perseroan saat ini masih melaksanakan studi kelayakan (feasibility study/FS) terhadap pabrik tersebut.
Emiten Grup Bakrie tersebut menilai butuh untuk memproduksi diesel sendiri karena bahan bakar berkontribusi signifikan pada biaya produksi perseroan, yaitu mencapai 30%. Bumi Resources harus belanja diesel sedikitnya US$600 juta per tahun.
Presiden Direktur Bumi Resources Saptari Hoedjaja menyampaikan perseroan menargetkan FS proyek tersebut dapat dirampungkan selambat-lambatnya Juni 2018. Perseroan telah memulai proses FS sejak 2 tahun lalu.
“Paling tidak kami bisa cost saving dulu [dengan adanya pasokan diesel fuel sendiri] karena beban dari fuel diesel itu besar sekali. Lahannya sudah ada, [setelah FS] tinggal tendernya,” ungkap Saptari dalam pertemuan dengan media, Selasa (12/2).
Perseroan menyebut telah melakukan studi sejak 2015 sekaligus membeli tanah, lalu pada 2016 perseroan mulai melakukan penelitian untuk menilai kecocokan batu bara untuk proyek petrokimia tersebut.
Saptari mengungkapkan, pada proyek petrokimia tersebut, perseroan akan membangun dua plant sekaligus. Fasilitas produksi pertama akan mengolah gasifikasi batu bara perseroan menjadi methanol yang berbentuk likuid. Fasilitas ini memakan investasi sedikitnya US$1,7 miliar.
Fasilitas produksi kedua akan mengolah methanol tersebut menjadi fuel diesel. Hasil akhir inilah yang akan diserap langsung oleh perusahaan sebagai bahan bakar. Untuk investasinya, perseroan memprediksi membutuhkan sedikitnya US$600 juta. Alhasil, perseroan harus menggelontorkan investasi total lebih dari US$2,3 miliar.
Saptari menyampaikan produk diesel akan diserap langsung oleh perusahaan. Namun, produk methanol berpotensi dikomersilkan. Sejauh ini perseroan akan menunggu hasil FS yang akan segera selesai. Perseroan masih membutuhkan waktu 3 tahun untuk konstruksi pabrik.
Dari hasil FS tersebut, emiten dengan sandi BUMI tersebut akan memutuskan apakah investasi pabrik tersebut akan dilaksanakan sendiri atau menggandeng pihak lain/investor melalui JV, pendanaan, dan kapasitas produksi masing-masing pabrik tersebut.
“Kedua pabrik ini akan menyerap batu bara BUMI total 5 juta ton. Sebanyak 3 juta ton untuk proyek gasifikasi, 2 juta ton untuk pembangkit listrik [yang juga akan dibangun perseroan di kawasan industri],” ungkap Saptari.
Adapun, pembangunan pabrik tersebut merupakan bagian dari rencana perseroan untuk merintis Batuta Chemical Industrial Estate (Kawasan Industri Kimia batuta) di Kalimantan Timur. Di kawasan tersebut, perseroan telah membebaskan 1.000 ha lahan.
Menurut Saptari, Batuta tepat untuk membangun kawasan industri kimia karena ketersediaan air yang melimpah, dan ketersediaan lahan dan energi. Di konsesi milik PT Kapuas Prima Coal (KPC) tersebut, perseroan juga tengah menyiapkan satu pelabuhan batu bara baru sehingga nantinya KPC memiliki dua pelabuhan.