Bisnis.com, JAKARTA – Harga batu bara di bursa ICE Newcastle melanjutkan penguatannya pada akhir perdagangan Rabu (23/1/2019).
Berdasarkan data Bloomberg, harga batu bara di bursa ICE Newcastle untuk kontrak April 2019 menguat 1,05 poin atau 1,05% dan berakhir di level US$101,30 per metrik ton, setelah ditutup naik 0,15 poin atau 0,15% di level US$100,25 per metrik ton pada perdagangan Selasa (22/1).
Adapun harga batu bara untuk kontrak teraktif Juli 2019 berakhir menguat 0,20% atau 0,20 poin di level US$98,95 per metrik ton pada perdagangan Rabu, setelah ditutup naik 0,20% di posisi 98,75 sehari sebelumnya.
Harga batu bara di bursa ICE Rotterdam untuk kontrak teraktif Mei 2019 juga melanjutkan kenaikannya dan berakhir menguat 0,12% atau 0,10 poin di posisi 84,50 kemarin, setelah menanjak 1,20% ke level 84,40 pada Selasa.
Meski demikian, harga batu bara thermal untuk pengiriman Mei 2019 di Zhengzhou Commodity Exchange masih terkoreksi pada hari ketiga dan ditutup melemah 0,86% atau 5 poin di level 576 yuan per metrik ton pada perdagangan Rabu.
Kontrak berjangka batu bara telah melemah setelah naik sekitar 5,5% pekan lalu, menyusul kecelakaan tambang di Shaanxi, China, pada 12 Januari sehingga mendorong pemeriksaan keselamatan yang lebih ketat dan pembatasan output.
“Konsumsi yang lemah menjelang libur Tahun Baru Imlek serta perkiraan peningkatan output dari tambang-tambang milik negara telah meredakan langkah pengurangan produksi setelah kecelakaan itu,” terang China Coal Resource, seperti dikutip Bloomberg.
Konsumsi batu bara turun karena pabrik-pabrik di seluruh negeri tersebut secara bertahap ditutup untuk liburan Imlek yang akan dimulai pada 4 Februari.
Sementara itu, harga minyak mentah turun ke level terendah dalam hampir sepekan setelah China memperingatkan "tantangan serius" terhadap ekonomi global dan penutupan pemerintah federal di Amerika Serikat (government shutdown) menekan prospek pertumbuhan ekonomi.
Harga minyak mentah West Texas Intermediate untuk kontrak Maret lanjut turun 0,7% atau 0,62 poin ke level US$52,38 per barel di New York Mercantile Exchange, setelah menutup sesi perdagangan Rabu (23/1) di posisi US$52,62.
Adapun minyak Brent untuk kontrak Maret berakhir melemah 0,59% atau 0,36 poin di level US$61,14 per barel di ICE Futures Europe Exchange yang berbasis di London.
Di forum ekonomi Davos, Wakil Presiden Cina Wang Qishan mengeluhkan risiko perang dagang dan populisme sementara di Washington, penasihat Presiden Donald Trump mengatakan shutdown yang berlarut-larut dapat menghapus pertumbuhan pada kuartal pertama 2019.
Tak hanya itu, setelah perdagangan berjangka ditutup, American Petroleum Institute (API) melaporkan lonjakan besar dalam cadangan minyak mentah dan bahan bakar domestik, sehingga menyeret harga turun lebih lanjut.
Kepala perdagangan energi OTC di LPS Futures, Michael Hiley mengatakan meskipun OPEC, Rusia dan pemasok lainnya mengurangi produksi, kekhawatiran tentang ekonomi pun masih membebani harga.
"Anda masih memiliki hal-hal lama yang sama tanpa kepastian, khususnya pertanyaan tentang kesepakatan perdagangan antara AS dan China," kata Hiley, seperti dikutip Bloomberg.
Direktur Eksekutif International Energy Agency Fatih Birol mengatakan pelambatan tajam dalam ekonomi dunia yang dipimpin oleh China dapat membebani konsumsi minyak mentah.
“Permintaan minyak global masih diperkirakan naik pada kisaran 1 juta barel per hari, tetapi prospek ekonomi tetap tidak jelas, terutama di Cina,” kata Birol dalam wawancara dengan Bloomberg Television dari Davos.
Lonjakan output AS tetap menjadi tantangan lain bagi produsen luar negeri. API melaporkan bahwa persediaan minyak mentah Amerika tumbuh 6,55 juta barel pekan lalu sementara stok bensin naik 3,64 juta barel. Penghitungan resmi Departemen Energi akan dirilis pada hari Kamis.
Pergerakan harga batu bara kontrak April 2019 di bursa Newcastle
Tanggal | US$/MT |
23 Januari | 101,30 (+1,05%) |
22 Januari | 100,25 (+0,15%) |
21 Januari | 100,10 (-1,23%) |
18 Januari | 101,35 (+0,05%) |
17 Januari | 101,30 (+0,55%) |
Sumber: Bloomberg