Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Didorong Arab Saudi, Produksi OPEC Catat Penurunan Terbesar

Produksi OPEC tercatat mengalami penurunan terbesar dalam hampir dua tahun, bahkan sebelum kesepakatan pemangkasan pasokan minyak kartel tersebut dimulai.
Ilustrasi/Bisnis.com
Ilustrasi/Bisnis.com

Bisnis.com, JAKARTA – Produksi OPEC tercatat mengalami penurunan terbesar dalam hampir dua tahun, bahkan sebelum kesepakatan pemangkasan pasokan minyak kartel tersebut dimulai.

Menurut survei Bloomberg terhadap pelaku pasar, analis, dan data pelacakan kapal, produksi dari Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak (OPEC) mencatat penurunan terbesar dalam hampir dua tahun pada Desember.

Hal ini menandakan urgensi yang dirasakan oleh OPEC di tengah jatuhnya harga minyak mentah. Padahal, kesepakatan OPEC untuk membatasi output baru dimulai secara formal pekan ini.

Penurunan ini didorong oleh Arab Saudi, ditambah oleh penurunan di Iran, yang menjadi sasaran sanksi Amerika Serikat (AS), dan di Libya, di mana protes menghentikan aktivitas ladang minyak terbesarnya.

Saudi membatasi produksi sebesar 420.000 barel per hari menjadi 10,65 juta bulan lalu, dari rekornya di atas 11 juta yang dicapai pada November 2018, survei itu menunjukkan. Menteri Energi Khalid Al-Falih telah berjanji untuk mengurangi produksi lebih dalam bulan ini.

Alhasil, produksi minyak dari OPEC turun 530.000 barel per hari menjadi 32,6 juta per hari bulan lalu. Ini adalah penurunan paling tajam sejak Januari 2017, ketika OPEC pertama kali memulai strateginya untuk mengatasi kelebihan suplai yang disebabkan oleh meningkatnya persediaan minyak shale di AS.

Koalisi global produsen minyak yang dikenal sebagai OPEC+, terdiri dari anggota kelompok OPEC dan eksportir lain termasuk Rusia, pada 7 Desember 2018 sepakat untuk mengurangi produksi selama enam bulan pertama tahun 2019. Harga minyak mentah namun saat itu gagal untuk rally dan malah merosot ke level terendahnya dalam lebih dari satu tahun.

Namun harga minyak mentah berjangka Brent berhasil melonjak pada perdagangan Rabu (2/1/2019) setelah data pengiriman menunjukkan penurunan produksi. Minyak Brent kemudian diperdagangkan di level US$55,74 per barel pada 5.52 sore waktu London, sekitar 35% di bawah level tertingginya dalam empat tahun yang dicapai pada awal Oktober 2018.

Di sisi lain, investor tetap khawatir bahwa langkah pemangkasan produksi OPEC+ tidak akan cukup dalam untuk membendung antisipasi lonjakan pasokan dari pengebor minyak shale AS.

Mereka juga khawatir bahwa ekonomi global yang melambat, ditambah dengan konflik perdagangan AS-China, akan menekan permintaan bahan bakar serta memperbanyak tumpukan minyak mentah yang tidak diinginkan.

“Kekhawatiran perlambatan memberi lebih banyak tekanan pada OPEC untuk menstabilkan pasar minyak,” kata Phil Flynn, seorang analis pasar di Price Futures Group Inc., seperti dilansir dari Bloomberg.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper