Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Kebijakan OPEC Jadi Sentimen Utama, Harga Minyak Terkerek Tipis

Harga minyak West Texas Intermediate diperdagangkan di atas US$51 per barel karena investor mempertimbangkan jika OPEC dan sekutunya bisa secara sukses membangkitkan pasar dan harga minyak beriringan dengan produksi shale oil AS yang terus tumbuh.
Prediksi Harga Minyak WTI/Reuters
Prediksi Harga Minyak WTI/Reuters

Bisnis.com, JAKARTA – Harga minyak West Texas Intermediate diperdagangkan di atas US$51 per barel karena investor mempertimbangkan jika OPEC dan sekutunya bisa secara sukses membangkitkan pasar dan harga minyak beriringan dengan produksi shale oil AS yang terus tumbuh.

Harga minyak di New York terkerek tipis setelah turun 2,7% sepanjang pekan lalu. Sedangkan jumlah rig minyak di AS anjlok ke level terendah selama 8 pekan. Para investor khawatir kalau kenaikan produksi Amerika akan mencegah harga minyak untuk naik.

Sejumlah hedge fund juga memangkas prediksi bullish-nya pada harga minyak West Texas Intermediate (WTI) ke level terendah selama 2 tahun, menunjukkan bahwa mereka belum mempertimbangkan keputusan pemangkasan produksi dari Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak dan sekutunya (OPEC+) dalam memberikan harga.

Meski naik tipis, harga minyak mentah masih berada di level terendahnya selama lebih dari setahun terakhir kendati ada kebijakan pemangkasan produksi dari OPEC+ dan prospek adanya penurunan produksi dari Iran dan Venezuela yang akan memperbesar jumlah pemangkasan produksi tersebut.

International Energy Agency (IEA) dan OPEC sendiri telah memberikan peringatan bahwa masih ada kemungkinan surplus pasokan pada tahun depan. Namun, pasokan minyak mentah AS yang merosot dalam 2 pekan dan hambatan infrastruktur yang belum terselesaikan akan membatasi kenaikan produksi terkini di ladang minyak serpih AS.

Analis Komoditas di UBS Group AS Giovanni Staunovo mengungkapkan bahwa saat ini pasar sedang dalam kondisi wait-and-see, menantikan petunjuk akan kemungkinan berlanjutnya penurunan pasokan dari AS.

“Pasar minyak akan makin mengetat dalam ekspektasi bearish untuk beberapa bulan ke depan karena produksi Iran dan Venezuela diperkirakan makin anjlok,” ujar Staunovo, dilansir dari Bloomberg, Senin (17/12/2018).

Pada perdagangan Senin (17/12) harga minyak WTI mengalami kenaikan tipis 0,38 poin atau 0,74% menjadi US$51,58 per barel dan mencatatkan penurunan harga sekitar 15,20% sepanjang 2018 berjalan.

Adapun, harga minyak Brent tercatat naik 0,60 poin atau 1% menjadi US$60,88 per barel dan membukukan penurunan harga hingga lebih dari 9,5% secara year-to-date (ytd).

Prediksi Energy Information Administration (EIA) menyebutkan bahwa penambang minyak AS diprediksi akan memproduksi minyak mentah dengan rata-rata 12,06 juta barel per hari pada 2019, naik dari 10,88 juta barel per hari pada 2018.

Adapun, produksi mingguan juga tetap dalam level yang mendekati rekor tertinggi meskipun data dari Baker Hughes menunjukkan rig minyak AS yang aktif beroperasi turun empat unit menjadi 873 unit pada pekan lalu.

Lonjakan produksi di Amerika juga membuat Bank of Rusia berpandangan skeptis pada kesuksesan OPEC+ untuk menahan produksinya. Bank sentral Negeri Beruang Merah tersebut menurunkan outlook harga minyak WTI menjadi US$55 per barel dari US$63 per barel setelah melihat kebijakan produksi yang dilakukan OPEC dihadang risiko pasokan AS yang melimpah.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Mutiara Nabila

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper