Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Harga Minyak WTI Terjun ke Bawah Level US$50 Per Barel

Harga minyak mentah Amerika Serikat (AS) berakhir di bawah level US$50 per barel untuk pertama kalinya dalam lebih dari setahun pada perdagangan Senin (17/12/2018), di tengah tumbuhnya kekhawatiran kelebihan pasokan.
Harga Minyak WTI/Reuters
Harga Minyak WTI/Reuters

Bisnis.com, JAKARTA – Harga minyak mentah Amerika Serikat (AS) berakhir di bawah level US$50 per barel untuk pertama kalinya dalam lebih dari setahun pada perdagangan Senin (17/12/2018), di tengah tumbuhnya kekhawatiran kelebihan pasokan.

Harga minyak West Texas Intermediate (WTI) untuk kontrak Januari ditutup merosot US$1,32 di level US$49,88 per barel di New York Mercantile Exchange.

Kondisi bearish berlanjut setelah penutupan dengan harga WTI turun ke US$49,01 per barel, level terendah sejak September 2017. Adapun minyak WTI kontrak Februari turun ke level US$49,47 per barel.

Sementara itu, harga minyak Brent untuk pengiriman Februari ditutup turun 67 sen di level US$59,61 per barel di ICE Futures Europe exchange di London. Minyak mentah acuan global ini diperdagangkan premium US$9,41 terhadap WTI untuk bulan yang sama.

Penurunan ini dimulai setelah penyedia data Genscape Inc. dikabarkan melaporkan peningkatan stok di pusat penyimpanan terbesar Amerika dan semakin intensif setelah Departemen Energi AS memproyeksikan output yang lebih tinggi dalam minyak shale AS.

Harga minyak berada di jalur untuk penurunan bulanan ketiga berturut-turut terlepas dari upaya oleh OPEC, Rusia, dan eksportir utama lainnya untuk menghentikan penurunan harga.

“Harga minyak mentah telah menyusut mendekati level US$50 dalam beberapa pekan terakhir tetapi selalu rebound. Melintasi ambang batas itu adalah hal yang “signifikan”,” kata Michael Loewen, pakar strategi komoditas di Scotiabank, Toronto, seperti dilansir Bloomberg.

"Kita mungkin akan melihat perlambatan pasokan di AS. Saya pikir produsen akan bereaksi.”

Menurut Pavel Molchanov, analis Raymond James & Associates Inc., biasanya diperlukan waktu sekitar enam pekan bagi negara-negara OPEC untuk menerapkan perubahan pasokan. Sementara itu Arab Saudi, produsen terbesar di kelompok itu, menghadapi tekanan politik dari Presiden AS Donald Trump untuk menjaga agar produksi tetap terbuka.

“Selalu ada tanda tanya sejauh mana negara-negara OPEC dan Rusia akan atau tidak akan memenuhi janji mereka. Secara alami ada skeptisisme,” ujar Molchanov.

Penurunan tajam pada bursa saham AS menambah tekanan terhadap minyak pada perdagangan Senin. Indeks S&P 500 mencapai level terendahnya dalam 14 bulan karena investor mengantisipasi kenaikan suku bunga Federal Reserve yang dapat memperlambat ekonomi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper