Bisnis.com, JAKARTA – Emiten produsen pipa gas PT Citra Tubindo Tbk. berencana untuk memperluas penjualan perseroan di pasar domestik. Selama ini, pabrikan berbasis di Batam tersebut menjual sebagian besar produknya ke luar negeri.
Direktur Operasional Citra Tubindo Andi Tanuwidjaja menyampaikan bahwa meski dalam kondisi pelemahan rupiah yang dapat menjadi benefit bagi aktivitas ekspor, margin penjualan di pasar domestik sebenarnya lebih baik dalam jangka panjang.
“Sampai September 2018, kontribusi penjualan domestik itu 40%, sisanya 60% dari ekspor. Ke depannya kami melihat potensi Indonesia membaik, makanya kami ingin kalau bisa kondisinya berbalik sehingga penjualan domestik lebih besar,” ungkap Andi akhir pekan lalu.
Andi mengatakan bahwa mulai tahun ini, perseroan akan menggenjot penjualan di pasar domestik sehingga kontribusinya dapat mencapai 60% dalam waktu dekat. Adapun, salah satu faktor yang menyebabkan penjualan domestik rendah yaitu infrastruktur yang tidak kompetitif.
Andi menjelaskan secara efisiensi internal, emiten dengan sandi CTBN tersebut sebenarnya sudah kompetitif dibandingkan dengan perusahaan sejenis. Namun, infrastruktur logistik di dalam negeri menahan perseroan untuk lebih ekspansif di pasar domestik.
“Harusnya di kandang sendiri kami bisa lebih mengeksplor. Namun shipment cost untuk kapal dari Batam ke Kalimantan misalnya, itu lebih mahal dari pada pengapalan dari Batam ke negara-negara di Timur Tengah,” ungkap Andi.
Lebih mahalnya ongkos logistik nasional tersebut sebagian besar disebabkan muatan balik yang tidak ekonomis. Akibatnya, selama ini perusahaan menyasar negara lain untuk menjual produk pipa minyak dan gas seperti Myanmar, Pakistan, dan India.
Adapun, di dalam negeri, pemulihan harga minyak membuat aktivitas bisnis perseroan kembali bergairah. Dengan asumsi harga minyak terus di atas US$70 per barel, salah satu konglomerasi besar di Batam tersebut menyasar pembukuan laba bersih.
Hingga September 2018, Citra Tubindo membukukan kerugian US$8,96 juta, mengecil 17,5% dibandingkan dengan rugi yang diderita perseroan yoy yaitu US$10,79 juta. Hingga akhir 2018, manajemen memprediksi masih membukukan rugi US$3 juta-US$4 juta pada akhir tahun ini.
Sejak beberapa tahun lalu, Citra Tubindo pun mencoba peruntungan pada bisnis pipa gas untuk sektor geothermal energi. Namun, di Tanah Air, perkembangan segmen ini belum begitu pesat.
“Segmen geothermal ini kami terus coba, saat ini kami ada pemesanan dari Star Energy. Kami sudah melakukan pengetesan tipe yang sesuai dengan sumur geothermal sehingga dapat menentukan produknya,” ungkap Andi.
Kendati sangat prospektif, Andi mengatakan kontribusi perseroan pada segmen ini belum akan meningkat signifikan karena industri geothermal masih berjuang mendapatkan harga yang sesuai dari Perusahaan Listrik Negara (PLN).