Bisnis.com, BATAM -- Emiten produsen pipa minyak dan gas PT Citra Tubindo Tbk. membidik kenaikan pendapatan sebesar 40% pada tahun depan dibandingkan dengan tahun ini, merespons pemulihan harga minyak dunia yang menggairahkan sektor migas.
Berdasarkan laporan keuangan yang dipublikasikan perseroan, hingga kuartal III/2018 emiten dengan sandi CTBN tersebut membukukan pendapatan US$51,16 juta atau naik 38,46% dibandingkan periode sama tahun lalu (yoy).
Direktur Operasional Citra Tubindo Andi Tanuwidjaja menyampaikan hingga akhir tahun ini, perseroan memproyeksikan pendapatan dapat menyentuh US$70 juta, merujuk pada sejumlah kontrak penting yang telah dibukukan perseroan dan masih dalam tahap pengerjaan.
"Desember ini kami perkirakan bisa di atas US$70 juta [pendapatan]. Pendapatan kami sampai akhir 2018 meningkat, dapat dilihat dari book order yang sedang kami produksi dan akan di-invoicing di akhir 2018 ini," ungkap Andi dalam paparan publik di Batam, Rabu (14/11).
Andi menyampaikan hingga Desember 2018 perseroan membukukan aktivitas yang meningkat mulai dari pemesanan dan produksi dengan total nilai berkisar US$20 juta-US$30 juta. Jika mencapai pendapatan minimal US$70 juta sepanjang 2018, pendapatan perseroan berhasil tumbuh 40,9% dari tahun lalu.
Pada tahun depan, Andi menyebut perseroan optmistis kondisi market akan membaik sehingga perseroan dapat membukukan gross margin kian positif. Pada 2018 ini, perseroan telah mencapai matgin kotor 15%, setelah 2 tahun sebelumnya berada di level single digit.
Deputi Direktur Keuangan Citra Tubindo Saiful Mirza Bin Kassim menyampaikan untuk 2019, perseroan pun telah membukukan kontrak senilai US$40 juta. Sebagai perbandingan, perseroan meraup kontrak US$70 juta sepanjang tahun ini.
Perseroan memasok pipa untuk sejumlah lokasi eksplorasi migas seperti Lapangan Jangkrik Kalimantan Timur, Lapangan Kedung Keris Jawa Timur, Eni, dan Blok Mahakam.
Dengan raupan kontrak tersebut, perseroan agresif mematok pertumbuhan pendapatan hingga 40% pada 2019. Selain itu, dia menyebut pada tahun depan perseroan dapat mulai mencatatkan laba setelah dua tahun berturut-turut menderita kerugian.
Hingga September 2018, salah satu konglomerasi berbasis di Batam tersebut membukukan kerugian US$8,96 juta, mengecil 17,5% dibandingkan rugi yang diderita perseroan yoy yaitu US$10,79 juta. Hingga akhir 2018, manajemen memprediksi masih akan membukukan rugi US$3 juta-US$4 juta.
"Untuk angka di bottomline, kami belum bisa memprediksi karena akan sangat tergantung pada harga minyak. Harga minyak memengaruhi aktivitas eksplorasi. Kami optimistis dengan prospek laba dengan asumsi harga minyak di atas US$70 [per barel]," ungkap Saiful.
Adapun, hingga September 2018 perseroan menggelontorkan belanja modal sebesar US$3,14 juta. Untuk tahun depan, CTBN mematok belanja modal US$3 juta-US$4 juta yang akan digunakan untuk program automasi dan peremajaan permesinan.