Bisnis.com, JAKARTA—PT Lippo Karawaci Tbk. membukukan laba bersih atau laba periode berjalan yang dapat diatribusikan pada pemilik entitas induk sebesar Rp1,15 triliun pada semester I/2018, melonjak 135% dibandingkan periode yang sama tahun lalu yang sebesar Rp487 miliar.
Peningkatan kinerja yang signifikan ini seperti menjadi angin segar di tengah terpaan dugaan kasus penyuapan yang melibatkan petinggi Grup Lippo serta proyek prestisius perseroan, yakni Meikarta.
Namun, rupanya peningkatan laba bersih yang drastis ini terutama disebabkan oleh keuntungan atas dekonsolidasi PT Mahkota Sentosa Utama (MSU) atau pengembang Meikarta, anak perusahaan tidak langsung dariemiten berticker LPKR ini, dengan keuntungan bersih sebesar Rp1,3 triliun.
LPKR membukukan pendapatan usaha sebesar Rp5,56 triliun pada semester pertama tahun ini, hanya tumbuh 13% dibandingkan periode yang sama tahun lalu Rp4,91 triliun. Laba bruto juga tumbuh seimbang sebesar 16,5% menjadi Rp2,62 triliun, dibandingkan semester I/2017 yang sebesar Rp2,25 triliun.
Akan tetapi, perseroan mengalami lonjakan beban usaha dan beban lainnya yang signifikan. Hal ini menyebabkan laba usaha perseroan hanya Rp176 miliar, anjlok 74% dibandingkan semester I/2017 yang sebesar Rp684 miliar.
Reza Priyambada, Senior Analyst CSA Research Institute, mengatakan bahwa laporan keuangan LPKR mencerminkan kondisi keuangan pada semester pertama 2018. Artinya, kejadian kasus dugaan penyuapan yang melibatkan petinggi Lippo Grup serta proyek Meikarta belum terefleksikan di sana.
Reza menilai, kinerja perseroan memang tampak cukup menggembirakan pada semester pertama tahun ini, tetapi besarnya kontribusi dari sumber non-operasional menyebabkan kinerja yang positif ini tidak memiliki jaminan akan berkesinambungan.
“Jadi, kinerja ini belum akan menjadi sentimen positif bagi perseroan. Peningkatan laba ini tidak menjamin perusahaan akan bisa mempertahankan peningkatan yang sama di masa mendatang,” katanya, Rabu (24/10/2018).
Menurutnya, bila hanya menghitung kinerja bisnis LPKR di luar sumber pendapatan non-operasional tersebut, perseroan belum mencatatkan kinerja yang menggembirakan. Hal tersebut lebih mencerminkan kondisi LPKR yang sesungguhnya.
Hal tersebut bisa jadi disebabkan oleh kinerja industri properti yang secara umum masih lesu atau karena daya saing produk properti perseroan masih kalah dibandingkan pengembang lainnya.
Dengan demikian, perseroan masih membutuhkan upaya keras untuk memulihkan kinerja bisnis dan citra bisnis secara umum untuk dapat bertumbuh dengan lebih baik di masa mendatang.
Ketut Budi Wjaya, Presiden Direktur LPKR, mengatakan bahwa Bank Indonesia telahmeningkatkan suku bunga acuannya beberapa kali, total sebesar +150 bps sepanjang tahun 2018 menjadi 5,75%.
Tingkat suku bunga yang lebih tinggi bersamaan dengan ketidakpastian ekonomi global akibat perang dagang antara Amerika Serikat dengan China serta tekanan pada rupiah yang berkelanjutan akan berdampak buruk terhadap sentimen orang-orang untuk membeli properti pada 2018.
“Kinerja perseroan pada semester I/2018 mencerminkan fokus kami pada efisiensi operasional di saat pasar properti sedang lesu. Kami tetap optimis terhadap fundamental pasar properti Indonesia jangka panjang dan tetap fokus pada penciptaan nilai perseroan yang berkelanjutan di tahun-tahun mendatang,” katanya dalam keterangan pers, Rabu (24/10/2018).
Secara lebih rinci, kontribusi pendapatan divisi bisnis healthcare menyumbang Rp2,8 triliun, yang terutama didorong oleh pendapatan dari 8 rumah sakit mapan yang naik sebesar 7,7% yoy menjadi Rp1,4 triliun dari Rp1,3 triliun.
Pendapatan dari 11 rumah sakit berkembang naik sebesar 8,3% yoy menjadi Rp909 miliar dari Rp839 miliar. Lalu, dari 10 rumah sakit yang baru dibuka di 2017 dan 2018 mencatat pendapatan sebesar Rp134 miliar, naik 481,5% yoy dari Rp23 miliar.
Selain itu, kunjungan pasien rawat jalanmeningkat sebesar 13% yoy dan penerimaan pasien rawat inap meningkat sebesar 15% yoy.
Pendapatan divisi usaha residential & urban development meningkat sebesar 17% yoy menjadi Rp1,8 triliun dari Rp1,6 triliun, terutama disebabkan oleh peningkatanpendapatan urban development sebesar 49% yoy menjadi Rp 1,4 triliun.
Pendapatan divisi komersial yang terdiri dari mal ritel & hotel, sedikit meningkat sebesar 3% yoy menjadi Rp376 miliar terutama karena penurunan pendapatan divisi mall dan ritel sebesar 8% menjadi Rp 177 miliar. Sementara itu, pendapatan hotel meningkat sebesar 16% yoy menjadi Rp199 miliar.
Pendapatan divisi manajemen aset meningkat sebesar 9% yoy menjadi Rp522 miliar, disebabkan oleh berkembangnya aset yang dikelola. Pendapatan recurring LPKR tumbuh sebesar 12% yoy menjadi Rp3,7 triliun danmemberikan kontribusi 67% dari total pendapatan perseroan pada semester I/2018