Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Harga Minyak Menghijau, WTI Sempat Tembus US$75

Harga minyak menghijau, bahkan minyak West Texas Intermediate sempat menyentuh level di atas US$75 per barel setelah laporan industri minyak menunjukkan level persediaan minyak AS menyusut saat gangguan pasokan global menyulut kekhawatiran akan kekurangan pasokan.
Harga minyak naik/Ilustrasi
Harga minyak naik/Ilustrasi

Bisnis.com, JAKARTA – Harga minyak menghijau, bahkan minyak West Texas Intermediate sempat menyentuh level di atas US$75 per barel setelah laporan industri minyak menunjukkan level persediaan minyak AS menyusut saat gangguan pasokan global menyulut kekhawatiran akan kekurangan pasokan.

Harga minyak pada perdagangan Rabu (4/7) tercatat West Texas Intermediate (WTI) menyentuh posisi US$74,61 per barel, naik 0,47 poin atau 0,63% dari penutupan sesi perdagangan sebelumnya. Harga minyak WTI sempat melonjak untuk pada pukul 23.00 WIB untuk pertamakalinya menyentuh US$75,11 per barel sebelum perdagangan Selasa (3/7) ditutup.

Sementara itu, harga minyak Brent Futures berada pada posisi US$78,13 per barel dengan kenaikan sebanyak 0,37 poin atau 0,48% dari penutupan sesi sebelumnya. Pada Selasa (3/7) malam, harga minyak Brent juga mengalami kenaikan tajam hingga US$79,33 per barel, harga tersebut premium US$3,22 per barel dari WTI.

Institusi Perminyakan Amerika (API) melaporkan bahwa timbunan minyak negaranya anjlok sebanyak 4,51 juta barel pada pekan lalu. Padahal Kabinet Arab Saudi menegaskan kerajaan sudah siap untuk mendorong dan menggunakan kapasitas penuh dan menyesuaikan dengan kebutuhan.

Negara di Timur Tengah juga menekankan bersama dengan Rusia bahwa kesepakatan organisasi negara pengekspor minyak (OPEC) dan sekutunya akan mendorong produksi minyaknya dengan jumlah sekitar 1 juta barel per hari.

Minyak diperdagangkan dengan harga yang terakhir kali dicapai pada 2014, terdorong pula oleh gangguan pasokan dari Libya, Kanada, dan Venezuela yang memberatkan kenaikan produksi dari OPEC. Bank investasi Morgan Stanley akhirnya meningkatkan proyeksi minyak Brent hingga US$85 per barel untuk tahun depan.

Presiden AS Donald Trump terus mendesak seluruh produsen terbesar OPEC, terutama Arab Saudi, untuk memompa lebih banyak minyak dan menurunkan harga bensn untuk dijual ke konsumen.

“Kenaikan harga dalam beberapa waktu terakhir cukup mengejutkan dan gangguan pasokan yang ada juga telah membuat trader kebingungan. Kami memprediksikan akan ada kenaikan lebih lanjut karena ada pergeseran pasokan dari surplus menjadi defisit akan lebih cepat dari yang diprediksikan. Kemerosotan persediaan minyak di AS menjadi pendorong harga minyak untuk jangka pendek,” kata Michael McCarthy, kepala strategi pasar CMC Markets, dilansir dari Bloomberg, Rabu (4/7).

API melaporkan, seiring dengan penurunan persediaan minyak di seluruh dunia, persediaan minyak AS di pusat penampungan di Cushing, Oklahoma anjlok 2,6 juta barel. Angka tersebut akan mencatatkan penurunan persediaan minyak AS untuk tujuh bulan berturut.

Adapun, survei yang dilakukan Bloomberg menunjukkan bahwa minyak dunia diperkirakan akan menyusut sebanyak 5 juta barel.

Arab Saudi mengungkapkan akan menggunakan keseluruhan kapasitasnya saat diperlukan agar bisa menyesuaikan diri terhadap perubahan pada pasokan minyak dan tingkat permintaan, dengan berkoordinasi dengan negara produsen lainnya.

Sebelumnya, Kementerian Energi Arab Saudi dan Rusia sudah menegaskan perjanjian yang disepakati di Wina, mengikuti permintaan Trump lewat akun twitternya dan mengungkapkan pihaknya sudah menerima jaminan dari negara-negara Timur Tengah bahwa mereka mampu meningkatkan volume hingga dua kali lipat dari yang dijanjikan.

Sejumlah analis Standard Chartered Plc melaporkan bahwa kicauan Trump tentang OPEC dan harga minyak hanya untuk menakuti pasar dan memberi tekanan pada harga minyak.

Gangguan pada sektor minyak Venezuela kemungkinan akan perlu dana dari China, menerima wewenang untuk melakukan investasi langsung senilai lebih dari US$250 juta dari China Development Bank untuk perusahaan minyak milik Venezuela agar dapat meningkatkan produksi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Mutiara Nabila
Editor : Rustam Agus
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper