Bisnis.com, JAKARTA-Emiten perkebunan sawit dan industri kayu PT Dharma Satya Nusantara Tbk., (DSNG) mengalokasikan belanja modal sebesar Rp600 miliar pada 2018.
Direktur Utama Dharma Satya Nusantara Andrianto Oetomo menyampaikan, pada tahun ini perusahaan mengalokasikan capital expenditure sebesar Rp600 miliar.
Sebagian besar dana digunakan untuk pengembangan Pabrik Kelapa Sawit (PKS) ke-8. Selanjutnya, capex dipakai untuk pembangunan pembangkit listrik tenaga biomassa (PLTB), dan infrastruktur perkebunan lainnya.
PKS baru berkapasitas 30 ton per jam merupakan pabrik perdana perseroan yang terletak di Kalimantan Barat. Total kapasitas produksi 7 PKS perusahaan mencapai 450 ton per jam sehingga nantinya dapat bertambah menjadi 480 ton per jam.
Adapun, pengembangan PLTB berlokasi di Kalimantan Timur. Ekspansi ke energi terbarukan merupakan upaya perusahaaan mengembangkan perkebunan kelapa sawit berkelanjutan.
"Kami alokasikan capex 2018 sebesar Rp600 miliar untuk PKS, PLTB, dan infrastruktur lainnya," ujarnya setelah Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan (RUPST), Senin (2/4/2018).
Di samping itu, perusahaan berencana melakukan pertumbuhan anorganik melalui akuisisi perkebunan potensial. Namun, Andrianto enggan menjelaskan lebih lanjut mengenai luas dan lokasi kebun yang menjadi incaran.
Menurutnya, sumber pendanaan capex Rp600 miliar berasal ialah kas internal perusahaan dari laba bersih yang ditahan dan pinjaman perbankan. Berdasarkan hasil RUPST, DSNG mengalokasikan 18% dari laba bersih 2017 senilai Rp585,15 miliar yakni Rp104,58 miliar untuk dividen tunai.
Nilai tersebut setara dengan Rp10 per saham. Sesuai peraturan OJK, dividen tunai akan dibayarkan selambat-lambatnya 30 hari setelah pengumuman risalah RUPST.
"Sisa dari laba bersih dibukukan sebagai laba ditahan yang digunakan untuk memperkuat modal kerja dan investasi," paparnya.
Pada 2017, pendapatan penjualan perusahaan meningkat 32,99% year-on-year (yoy) menjadi Rp5,16 triliun dari sebelumnya Rp3,88 triliun.
Pasar lokal berkontribusi Rp4,34 triliun, naik dari sebelumnya Rp3,02 triliun, sedangkan ekspor mencapai Rp822,50 miliar, turun dari 2016 senilai Rp855,54 miliar.
Adrian menyampaikan, sekitar 83% pendapatan berasal dari segmen CPO, sedangkan sisanya bersumber dari industri kayu. Seluruh produk kayu perseroan, yakni panel dan lantai, dipasarkan ke luar negeri.
Menurutnya, setelah dua tahun sebelumnya mengalami gejolak bisnis akibat dalam El-Nino, tahun 2017 menjadi titik balik peningkatan kinerja. Peningkatan produksi terjadi sejalan dengan pertumbuhan harga CPO global dibandingkan 2016.
Produksi TBS pada 2017 mencapai 1,55 juta ton, naik 41,6% yoy. Adapun, produksi CPO meningkat 34,3% yoy menuju 403.638 ton, sedangkan penjualannya tumbuh 31,5% yoy menjadi 457.973 ton. Harga rata-rata CPO perseroan juga meningkat 8% menjadi Rp8,1 juta per ton dari 2016 sebesar Rp7,5 juta per ton.
Jumlah area lahan tertanam sampai akhir 2017 mencapai 90.288 hektare (ha), dengan 69.369 ha merupakan kebu inti. Usia rata-rata tanaman ialah 8,6 tahun dengan sekitar 72.345 ha kebun sudah menghasilkan.
Direktur Dharma Satya Nusantara Timotheus Arifin mengatakan, industri CPO masih sangat prospektif ke depan. Pasalnya, permintaan minyak nabati secara global terus mengalami peningkatan.
CPO juga menjadi minyak nabati dengan efisiensi penggunaan lahan paling tinggi. Sebagai perbandingan, hasil minyak sawit dari satu hamparan perkebunan 9 kali lebih banyak dibandingkan luasan yang sama pada minyak kedelai.
"Tren permintaan minyak nabati selalu bertambah. CPO masuk ke dalam bagian minyak nabati itu," ujarnya.
Dia memperkirakan puncak produksi pohon kelawa sawit perusahaan berkisar 5-6 tahun ke depan. Pasalnya, 20% dari 92.288 ha kebun perseroan masih belum menghasilkan.