Bisnis.com, JAKARTA – Harga minyak mentah Amerika Serikat (AS) memperpanjang pelemahannya pada perdagangan pagi ini, Rabu (28/3/2018), menyusul rilis laporan industri yang menunjukkan lonjakan persediaan minyak mentah Amerika.
Harga minyak West Texas Intermediate (WTI) untuk pengiriman Mei 2018 melemah 90 sen atau 1,4% ke US$64,65 pada pukul 4.55 sore waktu setempat di New York Mercantile Exchange, setelah berakhir turun 30 sen di US$65,25 per barel pada sesi perdagangan sebelumnya.
Adapun harga minyak Brent untuk pengiriman Mei 2018 turun 1 sen dan ditutup di US$70,11 per barel di ICE Futures Europe exchange yang berbasis di London.
Kedua harga acuan tersebut menghapus penguatan sebesar 1,3% yang dibukukan sebelumnya dalam sesi perdagangan Selasa (27/3).
Dilansir Bloomberg, kekhawatiran tentang ketegangan di Timur Tengah telah mengangkat minyak mentah mendekati level tertinggi sejak Januari pada pekan lalu.
Akan tetapi antisipasi kenaikan jumlah persediaan di AS tetap menahan harga menjelang rilis laporan pemerintah pada hari Rabu.
Data American Petroleum Institute (API) yang dirilis pada Selasa (27/3) waktu setempat dilaporkan menunjukkan lonjakan jumlah persediaan sebesar 5,32 juta barel, jauh lebih tinggi dari yang diperkirakan.
Sebelumnya, stok minyak mentah AS diperkirakan naik untuk keempat kalinya dalam lima pekan, dengan bertambah sebesar 850.000 barel pekan lalu, menurut survei Bloomberg. Badan energi AS, Energy Information Administration, akan mengungkapkan data mingguannya pada hari ini waktu setempat.
Sementara itu, laporan API juga menunjukkan jumlah stok di Cushing, Oklahoma, pusat penyimpanan utama AS, mencatat kenaikan sebesar 1,66 juta barel. Itu akan menjadi peningkatan terbesar dalam setahun jika dikonfirmasi oleh data EIA.
“Ini cukup memperlambat momentum untuk membukukan level tertinggi baru saat ini,” kata Phil Flynn, analis pasar senior di Price Futures Group. “Data persediaan pekan ini akan menjadi penting untuk sentimen pasar.”
Harga minyak AS sebelumnya mendekati level US$66,66 yang dicapai awal tahun ini setelah Presiden Donald Trump menunjuk John Bolton sebagai penasehat keamanan nasional pekan lalu.
Langkah ini diperkirakan akan membuat AS mengambil pendekatan lebih hawkish terhadap Iran, yang sekaligus dapat mendisrupsi aliran minyak dari anggota OPEC tersebut.
Sementara stok global mengencang dengan upaya pemotongan produksi OPEC, kekhawatiran tetap bertahan bahwa melonjaknya produksi Amerika dapat menggagalkan upaya tersebut.
“Harga minyak naik dan sekarang mereka menguji level resistensi kunci ini dari level tertinggi pada Januari,” kata Hans Van Cleef, ekonom energi senior di ABN Amro, seperti dikutip Bloomberg.
“Kami menunggu data inventaris untuk melihat apakah itu dapat mendorong harga lebih tinggi. Pasar mengharapkannya untuk tetap sedikit berubah, jadi setiap penurunan yang tak terduga dapat memberikan efek.”