Bisnis.com, JAKARTA — Saudi Aramco menegaskan prospek untuk penawaran saham perdana (initial public offering/IPO) perusahaan rakasasa minyak tersebut pada semester II/2018 meskipun menghadapi skeptimisme dari investor dan ketidakpastian dari kerajaan Arab Saudi.
Amin Nasser, Chief Executive Officer Saudi Aramco mengatakan masih banyak pekerjaan yang harus diselesaikan dalam proses IPO ini. Dia juga kembali mengulang bahwa raksasa minyak itu akan siap untuk mendaftarkan sahamnya pada paruh kedua tahun ini.
“[Namun] untuk tempat dan waktu akan ditetapkan oleh pemerintah. Jangan lupa bahwa ini merupakan proses yang rumit. Ukuran Aramco yang besar dan kerumitan itu memakan banyak waktu,” kata Nasser di New York seperti dikutip Bloomberg, Selasa (27/3/2018).
Dalam hampir dua tahun ini, pejabat Arab Saudi berulang kali mengatakan IPO Aramco masih sesuai jalurnya dan akan selesai pada paruh kedua tahun ini. Akan tetapi, untuk pertama kalinya pada bulan ini mereka mengindikasikan IPO itu akan ditunda hingga 2019, padahal IPO ini merupakan langkah besar Putra Mahkota Arab Saudi Mohammed bin Salman untuk memodernisasi perekonomian negaranya.
Adapun, IPO Aramco akan menjadi satu-satunya aksi korporasi selama satu generasi pasar keuangan. Pejabat Saudi mengungkapkan bahwa mereka ingin meraup dana hingga US$100 miliar dengan menjual 5% saham Aramco, sehingga membuat nilai perusahaan itu menjadi US$2 triliun, dan mengerdilkan US$25 miliar yang disumbang oleh peritel internet asal China, Alibaba Group Holding Ltd. pada 2014.
Ternyata, terbukti bahwa IPO ini memang bukan perkara mudah. Awalnya Pangeran Mohammed mengatakan kepada publik bahwa Aramco harus diniliai sebesar US$2 triliun atau lebih, yang dipandang tidak realistis di luar kerajaannya.
Untuk memenuhi nilai valuasi itu, hingga kini pejabat Saudi masih bekerja keras untuk menarik arus modal, yang mungkin akan ditemukan di New York atau London, dan mengincar pasar dengan regulasi yang lebih rileks seperti Hong Kong.
Pangeran Mohammed pun telah mengunjungi beberapa kota dalam kunjungannya ke AS pekan lalum mulai dari Washington hingga Houston. Adapun sejauh ini, ambisinya untuk mengubah wajak perekonomian menjadi era pasca-minyak melalui IPO itu tidak terlalu banyak menarik minat investor Paman Sam.
Namun, CEO Aramco Nasser membantah hal tersebut. Dia menyampaikan bahwa minat investor AS dan dari manapun tetap besar untuk IPO Aramco. “Saya melihat banyak permintaan untuk IPO Aramco. Ini adalah perusahaan yang bagus,” katanya.
Nasser juga memberikan beberapa petunjuk tentang cara Aramco menarik investor, salah satunya perusahaan minyak itu dapat bersaing dengan Big Oil. “Di dalam hal dividen, tingkat imbal hasil, semuanya akan kami jelaskan kepada investor di dalam roadshow,” sambungnya.
Di sisi lain, Menteri Perminyakan Arab Saudi, Khalid Al-Falih mengakui beberapa investor dari Paman Sam sangat lamban dalam menandatangani reformasi dari Pangeran Mohammed, Vision 2030 tersebut karena mereka terlalu fokus terhadap dividen.
“Kami harus menghadapi hal itu ketika mendaftarkan Aramco dan berdiskusi mengenai berapa banyak aliran tunai yang akan diberikan kepada investor,” kata Khalid dalam pidatonya di Massachusetts Institute of Technologi di Boston, akhir pekan lalu.
Adapun Nasser mengungkapkan rencana tambahannya, yaitu investasi langsung juga akan digunakan untuk mengembangkan bisnis di sektor “downstream”. Bisnis ini lebih berfokus pada produksi minyak untuk petrokimia.
Ketika ditanya tentang Aramco pada 2030, Nasser menjawab, “lebih terintegrasi, barel kami akan lebih banyak digunakan untuk petrokimia daripada minyak saringan. Mengubah wajah di downstream.”