Bisnis.com, JAKARTA–Emiten industri kayu dan pembangkit listrik PT SLJ Global Tbk., (SULI) mengungkapkan efek kenaikan harga bahan baku kayu log dan harga jual kayu lapis.
Wakil Presiden Direktur SLJ Global David menyampaikan, salah satu penambahan modal kerja perusahaan yang signifikan ialah belanja log kayu sebagai bahan baku kayu lapis atau plywood.
Sebagai gambaran, pada kuartal III/2017 harga log sebesar Rp1,4 juta per m3, tetapi meningkat menuju Rp2,6 juta per m3 pada awal 2018.
Perusahaan membutuhkan kayu log sekitar 20.000 m3 per bulan. Artinya, modal kerja yang dikeluarkan melambung menjadi Rp52 miliar per bulan dari kuartal III/2017 sekitar Rp28 miliar per bulan.
"Working capital kita tumbuh banyak, sehingga belanja modal yang kita butuhkan juga tinggi. Soalnya, kayu log yang dari perusahaan hanya 30%, sedangkan 70% kita beli dari luar," paparnya, Rabu (21/3/2018).
Namun demikian, sambung David, harga jual kayu lapis juga mengalami peningkatan dari kuartal III/2017 sebesar US$550 per m3 menjadi US$683 per m3 pada periode Januari-Februari 2018.
Baca Juga
Dalam periode dua bulan tersebut, perusahaan berhasil menjual kayu lapis sebanyak 18.578 m3, sehingga membukukan pendapatan US$12,69 juta dan EBITDA US$1,52 juta.
Menurutnya, salah satu penyebab kenaikan harga kayu lapis ialah berkurangnya pasokan dari Malaysia, sebagai pesaing utama industri kayu lapis Indonesia. Di samping itu, kendala cuaca menyebabkan kesulitan distribusi bahan baku log dari hutan industri ke pabrik.
Pada 2018, dia memerkirakan pendapatan perusahaan dapat bertumbuh dari tahun sebelumnya akibat kenaikan harga dan peningkatan volume penjualan. Oleh karena itu, perseroan mengincar pasar ekspor baru, yakni India.
"Saat ini penjualan kayu lapis kita memang 95% ekspor, karena selebihnya yang downgrade [untuk lokal]. Dari jumlah ekspor itu, 70% kasih ke Amerika Serikat dan Korea Selatan, sisanya Jepang dan Australia. Nah ini kita mau nambah India," paparnya.
Pada 2017, pendapatan usaha perseroan turun 10,58% yoy menuju US$65,92 juta dari sebelumnya US$73,72 juta. Menurut David, hal ini disebabkan menurunnya volume penjualan kayu lapis menjadi 104.066 m3 dibandingkan 2016 sejumlah 112.075 m3.
Penjualan kayu lapis berkontribusi 87,30% terhadap total pendapatan perseroan. Selebihnya ialah penjualan listrik, kayu bulat, kayu gergajian, dan medium density fiberboard.