Bisnis.com, JAKARTA – Emiten baru di sektor menara telekomunikasi, PT Gihon Telekomunikasi Indonesia Tbk. menargetkan dapat menambah 67 menara baru sepanjang tahun ini, atau meningkat 15% dari total menara yang dimiliki perseroan saat ini yaitu 443 unit.
Untuk dapat berinvestasi pembangunan menara, Gihon Telekomunikasi akan merogoh dana segar yang diperoleh perusahaan dari penawaran umum saham perdana (initial public offering/IPO), ditambah dengan kas internal perusahaan.
Direktur Utama PT Gihon Telekomunikasi Tbk. Rudolf P. Nainggolan mengungkapkan secara umum, pertumbuhan perusahaan akan sejalan dengan pertumbuhan industri telekomunikasi atau perusahaan provider.
“Industri ini [menara telekomunikasi] tumbuh mengikuti operator telekomunikasi. Tahun ini kami tetap patok tumbuh moderat [pendapatan] 15%. Selain membangun menara, kami jug akana tingkatkan collacation sehingga mempertahankan tenancy rate 1,3--1,4,” ungkap Rudolf usah paparan publik di Jakarta, Jumat (2/3/2018).
Rudolf menyampaikan pada 2018 ini, perseroan akan membangun 67 menara tersebut menyebar di beberapa daerah di Sumatra, Kalimantan, dan Sulawesi. Adapun, perseroan membelanjakan rata-rata Rp1 miliar untuk pembangunan satu unit menara.
“Saat ini kami merupakan yang terbesar kesembilan [jumlah menara] dan Gihon selama ini tumbuh organik. Ke depan mungkin ada akuisisi tapi selama ini kami belum pernah [akuisisi] tower,” kata Gihon.
Adapun, PT Gihon Telekonumikasi Indonesia Tbk. akan melepas 200 juta saham umum atau sebesar 33,49% dari total modal ditempatkan dan disetor perusahaan, pada proses penawaran umum saham perdana (initial public offering/IPO) perseroan.
Masa penawaran awal akan berlangsung selama 28 Februari—12 Maret 2018 dengan perkiraan tanggal efektif pada 26 Maret 2018. Nilai saham yang ditawarkan yaitu Rp1.100—Rp1.300 per lembar. Dari aksi IPO ini, Gihon berpeluang mengantongi dana segar Rp220 miliar – Rp260 miliar.
Direktur Keuangan PT Gihon Telekomunikasi Tbk. Monika Ferolina mengungkapkan sebagian besar dana hasil IPO tersebut akan digunakan untuk refinancing pinjaman perseroan pada Bank Mandiri yang nilainya sekitar Rp150 miliar.
“Sisa dari pembayaran utang, akan kami gunakan untuk modal kerja. Untuk membangun 67 sites lagi, investasinya kira-kira sebesar Rp60 miliar. Kalau nanti investasinya kurang, kita bisa pinjam lagi ke bank,” ungkap Monika.
Saat ini, klien terbesar Gihon adalah PT XL Axiata Tbk., disusul PT Telekomunikasi Indonesia (Persero) Tbk., lalu PT Indosat Tbk., dengan kontribusi pendapatan dari sewa menar amasing-masing 51%, 17%, dan 9%.
Secara perinci, perseroan akan menggunakan 74% dana IPO untuk membayar kredit investasi, 23% akan digunakan untuk modal kerja dan operasional perusahaan, sedangkan 3% sisanya akan digunakan untuk belanja modal yang berkaitan dengan pembangunan sites telekomunikasi.
Perseroan menambahkan bahwa saat ini proses pembangunan sites telekomunikasi tersebut telah mencapai tahap pengkajian lahan yang akan diakuisisi. Untuk menambah sites baru, manajemen memprediksi harus menggelontorkan dana Rp66 miliar.
Selama Januari—September 2017, perseroan melaporkan pendapatan sebesar Rp67,76 miliar naik cukup signifikan jika dibandingkan pendapatan full year pada 2016 yang sebesar Rp69,86 miliar. Pada Januari-September 2017, perseroan membukukan laba tahun berjalan sebesar Rp21,39 miliar, setelah sepanjag 2016 membukukan laba sebesar Rp9,63 miliar.