Bisnis.com, JAKARTA – Harga baja diperkirakan mengalami tren melemah sampai akhir tahun ini lantaran melambatnya konsumsi baja di China.
Pada penutupan perdagangan Rabu (31/2), harga baja hot rolled sheet menguat 4,1 poin atau 0,66% menjadi US$627,26 per ton, level tertinggi di 2018. Kendati demikian, secara year to date harga melemah 6,95% dari penutupan perdagangan di 2018 di US$583,09 per ton.
Analis Asia Trade Point Futures Deddy Yusuf Siregar menuturkan bahwa harga baja sepanjang tahun ini diprediksi mengalami tekanan, seiring dengan penurunan permintaan dari China selaku konsumen utama.
“Melambatnya konsumsi China merupakan faktor fundamental yang menekan permintaan baja,” kata Deddy ketika dihubungi Bisnis, Kamis (1/2/2018). Berdasarkan data World Steel Association (WSA), permintaan baja global pada 2018 diperkirakan menurun 1,6% dari tahun lalu.
Produksi baja global pada 2017 tercatat mencapai 1.691,2 juta ton, mengalami kenaikan 5,3% dari 2016 dengan penghasil tertinggi tetap dari China mencapai 831,7 juta ton, meningkat 5,7% dari tahun sebelumnya.
Secara keseluruhan fundamental pasar, data WSA memprediksi bahwa produksi global akan meningkat sebanyak 1.708 juta ton, lebih tinggi dari konsumsi yang diperkirakan hanya sebesar 1.707 juta ton.
Hal itu menunjukkan bahwa di 2018 pasar akan mengalami surplus. “Produksi global dan permintaan global pada tahun ini diperkirakan tidak seimbang,” ungkapnya.
Deddy menambahkan, data purchasing manager index (PMI) China setidaknya menggambarkan bahwa sektor manufaktur di Negeri Tirai Bambu itu mengalami perlambatan, sehingga menjadi indikasi dari pelemahan permintaan global.