Bisnis.com, JAKARTA—Emiten konsumer PT Indofood Sukses Makmur Tbk. menilai isu pelemahan daya beli konsumen tahun ini tidak cukup terbukti sebab penjualan terigu, baik milik perseroan maupun industri secara nasional masih mencatatkan pertumbuhan.
Franciscus Welirang, Direktur Indofood Sukses Makmur, mengatakan bahwa hingga saat ini bisnis perseroan masih berjalan dengan cukup baik. Dirinya menilai, harga terigu saat ini masih relatif stabil dan gejolak yang terjadi hanya berdampak minim bagi kinerja industri terigu secara umum.
Menurutnya, hingga September tahun ini penjualan terigu secara nasional dari seluruh pemain di industri terigu masih mencatatkan pertumbuhan antara 5% hingga 6% dibandingkan tahun lalu. Capaian tersebut cukup baik dan sejalan dengan pertumbuhan ekonomi nasional tahun ini.
“Tahun lalu hari kerja sampai September itu ada 222 hari, tahun ini kita hanya 216 hari kerja. Ternyata [kinerja tahun ini] masih lebih tinggi dari tahun lalu. Daya beli? Apa daya beli berkurang? Tidak juga kan. Itu kebutuhan pokok,” katanya usai acara Simposium Agrobisnis dan Agroindustri Cabai, Rabu (18/10/2017).
Franciscus mengungkapkan, peningkatan tersebut tidak saja terasa pada produk terigu, tetapi juga pada produk-produk olahan berbasis terigu. Menurutnya, salah satu produk yang tumbuh signifikan hingga kuartal ketiga tahun ini adalah produk biskuit.
Meski begitu, dirinya enggan berkesimpulan bahwa kinerja yang baik di industri terigu merepresentasikan kinerja yang baik pula di industri lainnya. Mungkin saja pemelahan daya beli terjadi, tetapi yang pasti tidak di industri terigu dan turunannya.
Sayangnya, emiten berkode saham INDF ini belum merilis data laporan kinerja keuangannya pada kuartal ketiga tahun ini. Kendati begitu, Francis mensinyalir kinerja kuartal ketiga tahun ini semakin baik dibandingkan kuartal kedua lalu.
Adapun, hingga semester pertama lalu INDF membukukan peningkatan penjualan neto konsolidasi sebesar 4,6%, atau dari Rp34,08 triliun pada semester pertama tahun lalu menjadi Rp35,65 triliun.
Produk konsumer bermerek atau CBP berkontribusi 50%, sementara segmen bogasari 21%. Selebihnya dari segmen agribisnis 21% dan distribusi 8%. Dari semua segmen, hanya segmen bogasari yang mencatatkan penurunan kinerja dibandingkan tahun lalu.
Penjualan neto divisi bogasari pada semester pertama lalu adalah senilai Rp9,2 triliun, padahal pada semester pertama tahun lalu Rp10 triliun.
Franciscus pada Agustus lalu beralasan turunnya angka penjualan divisi bogasari adalah karena turunnya harga komoditas gandum sehingga berimbas pada penyesuaian harga jual terigu perseroan kepada konsumer.
Jumlah hari kerja yang terbatas akibat libur lebaran pada semester pertama lalu juga berimbas cukup signifikan pada kinerja bogasari. Namun, menurutnya pada Juli kinerja divisi bogasari sudah lebih baik.
Adapun, pada semester pertama lalu laba usaha perseroan tumbuh dua digit, kendati total penjualan neto tumbuh terbatas. Pertumbuan laba usaha INDF mencapai 13,6% yoy menjadi Rp4,56 triliun dari sebelumnya Rp4,01 triliun. Margin laba usaha juga naik dari 11,8% menjadi 12,8%.
Namun, laba bersih perseroan hanya meningkat tipis 1,8% yoy dari Rp2,23 triliun menjadi Rp2,27 triliun. Marjin laba bersih juga turun dari 6,5% menjadi 6,4%.