Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Penjualan Rokok Transdermal Tak Pengaruhi Konsumsi Rokok

Penjualan produk nikotin transdermal dinilai tidak akan mempengaruhi konsumsi rokok di Indonesia. Kendati demikian, volume penjualan diperkirakan akan terkontraksi pada tahun depan.
Seorang pria memegang kemasan rokok di Paris (25/9/2014)/Istimewa
Seorang pria memegang kemasan rokok di Paris (25/9/2014)/Istimewa

Bisnis.com JAKARTA – Penjualan produk nikotin transdermal dinilai tidak akan mempengaruhi konsumsi rokok di Indonesia. Kendati demikian, volume penjualan diperkirakan akan terkontraksi pada tahun depan.

Analis PT Mirae Asset Sekuritas Indonesia Nur Marini mengatakan penggunaan nikotin transdermal (nikotin patch), permen karet, pelega tenggorokan, inhaler atau semprotan hidung mulai dipublikasikan pada 1984 sebagai resep obat, yang disertai dengan konseling, membantu perokok berhenti merokok. Produk itu, merupakan terapi pengganti nikotin (nicotine replacement therapy/NRT).

Namun, lanjutnya, pada 1996 atas desakan perusahaan farmasi, Food and Drug Administration (FDA) A.S. mengizinkan produk tersebut dijual secara bebas, tanpa resep. NRT terdiri dari enam bentuk, yaitu nikotin patch (nikotin transdermal), permen karet (gum), tablet hisap (lozenge), tablet sublingual, inhaler dan obat semprot nasal (nasal spray).

“Rumitnya sistem regulasi tentang ketentuan impor barang dari luar ke Indonesia membuat produk NRT ini tidak dapat ditemukan di toko-toko seluruh Indonesia,” ujarnya, dalam riset, Senin (16/10/2017).

Namun, produk NRT tersebut dapat dibeli secara online, seperti Tokopedia dan Bukalapak. Hanya saja menurutnya, produk tersebut dibandrol cukup mahal, misalnya satu box nikotin patch dipatok dengan harga Rp560.000 dengan isi 7 patch.

Dia menambahkan beragam upaya yang telah dilakukan pemerintah Indonesia tidak mengurangi konsumsi rokok di Indonesia. Global Youth Tobacco Survey menunjukkan data jika dibandingkan dengan negara-negara lain, Indonesia menempati urutan terakhir dengan persentase hanya 10.5% perokok yang ingin berhenti merokok.

“Faktanya, beberapa orang bersedia mengurangi anggaran rumah tangga mereka untuk mengkompensasi biaya kebiasaan merokok. Oleh karena itu, kami yakin kemungkinan adanya NRT di Indonesia tidak akan mempengaruhi konsumsi rokok di Indonesia,” ujarnya.

Di sisi lain, volume penjualan rokok pada tahun depan diperkirakan masih kan mengalami kontraksi pada tahun depan, meski volume produksi produksi rokok diproyeksikan naik dibandingkan tahun ini.

Analis PT Bahana Sekuritas Michael Setjoadi mengungkapkan volume penjualan rokok tahun depan masih akan mengalami kontraksi sekitar 1%-1,5%, dibandingkan penjualan tahun ini yang diperkirakan turun sebesar 1,5%.

“Volume produksi rokok diperkirakan akan mencapai 318,8 miliar batang pada tahun depan, naik dibandingkan perkiraan volume produksi tahun ini sekitar 315,6 miliar batang,” ujarnya dalam keterangan resmi, Kamis (12/10/2017).

Dia menilai memasuki paruh kedua tahun ini, perang kenaikan harga rokok di industri tembakau Indonesia mulai mereda seiring dengan keluarnya produk baru dengan harga yang bersaing.

Menurutnya, empat pemain besar di industri ini gencar mengeluarkan produk baru sejak pertengahan 2015 hingga 2016, perlahan menahan harga karena kenaikannya sudah terlalu tinggi.

Bahana Sekuritas menilai ada sejumlah hal yang menguntungkan industri tembakau pada tahun depan, yang juga masih disertai beberapa risiko yang patut dicermati. Salah satunya rencana kenaikan cukai yang tidak terlalu tinggi.

Dalam Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara atau RAPBN 2018, rencana kenaikan cukai tidak akan setinggi tahun ini. Pada 2017, rata-rata kenaikan cukai rokok sekitar 10% - 11%, sedangkan pada 2018 kenaikan cukai bakal berada pada kisaran 7% - 9%.

‘'Dalam 5 tahun terakhir, rata-rata kenaikan cukai rokok lebih tinggi dari kenaikan inflasi, bila tahun depan kenaikan cukai rokok tidak setinggi tahun-tahun sebelumnya, akan memberi dampak positif bagi industri rokok,'' ujarnya.

Hanya saja, Michael menilai pemerintah semakin ketat mengatur iklan rokok yang bisa tayang di televisi ataupun di tempat umum serta larangan merokok di tempat umum yang juga semakin digencarkan. Akibatnya, Bahana memproyeksikan volume penjualan rokok tahun depan masih akan mengalami kontraksi.

Pada Agustus, JP Morgan menilai pertumbuhan volume penjualan rokok diperkirakan akan tetap mengalami tekanan pada tahun ini seiring dengan kenaikan harga yang akan menghambat keterjangkauan di pasar dan adanya peningkatan tarif pajak pertambahan nilai.

Aditya Srinath, analis dari JP Morgan Securities Singapore Private Limited mengungkapkan industri rokok di Indonesia tidak akan mengalami pertumbuhan secara volume. Pada tahun 2017, lanjutnya, akan menjadi tahun ketiga volume tidak bertumbuh dan tingkat kontraksi persaingan meningkat.

“Kenaikan harga yang berkelanjutan mengurangi keterjangkauan rokok di pasar. Kami tidak akan lagi memperkirakan adanya peningkatan volume secara industri pada tahun ini dan tahun depan,” ujarnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper