Bisnis.com, JAKARTA—Analis menilai ada banyak alasan yang menyebabkan jumlah penerbitan obligasi korporasi Indonesia masih lebih rendah dibandingkan sejumlah negara Asia lainnya, kendati dari tahun ke tahun kini kian meningkat,
Anup Kumar, senior fixed income analyst Maybank Indonesia, mengatakan jumlah penerbitan obligasi korporasi Indonesia sejatinya meningkat cukup signifikan pada tahun ini, kendati bila dibandingkan negara lain total outstanding-nya masih lebih rendah.
Menurutnya ada sejumlah alasan yang melatarbelakangi lebih rendahnya penerbitan obligasi korporasi Indonesia dibandingkan sejumlah negara Asia lainnya.
Pertama, proses penerbitan obligasi lebih rumit dibandingkan meminjam dari bank.
Kedua, pada periode tertentu biaya dana peneribtan obligasi relatif tidak jauh berbeda dibandingkan pinjaman perbankan, sehingga perusahaan cenderung memilih perbankan sebab prosesnya sederhana.
Ketiga, tidak semua perusahaan bisa menerbitkan obligasi. Hanya perusahaan-perusahaan yang memperoleh peringkat layak investasi saja yang bisa menerbitkannya, yang mana jumlahnya relatif terbatas.
Keempat, kurangnya pemahanan dari perusahaan-perusahaan dalam negeri terkait cara dan proses menerbitkan obligasi atau mengakses pasar modal. Kurangnya edukasi dari regulator menjadi faktor penyebab hal ini.
Kelima, tidak semua perusahaan bersedia memenuhi kewajiban untuk membuka informasi perusahaan kepada publik sebagai syarat untuk menggalang dana investor publik.
“Ini membuat perusahaan merasa dari pada repot-repot terbitkan obligasi, lebih baik pinjam di bank. Mereka berpikir, kalau bisa dapat yang gampang, untuk apa menyusahkan diri?” tuturnya, Rabu (26/7/2017).
Meski demikian, menurutnya belum bisa dipastikan bahwa jumlah perusahaan penerbit obligasi di Indonesia memang lebih rendah dari negara lain, kendati dari segi nilai penerbitan memang lebih rendah.
Pasalnya, obligor di luar negeri sering kali menerbitkan obligasi dengan nominal sangat besar sehingga secara kumulatif menghasilkan nilai total penerbitan negara asal yang besar pula. Sementara itu, di Indonesia rata-rata penerbitan obligasi korporasi relatif kecil nilainya.
Di sisi lain, pemerintah Indonesia juga belum mengakomodasi penerbitan obligasi korporasi dari negara-negara lain. Padahal, sejumlah negara Asia lainnya sudah menerima penerbitan obligasi oleh korporasi asing sehingga menambah jumlah total emisi di negara tersebut.
“Bisa jadi perusahaan kita lebih banyak, cuma size-nya kecil dan daya serapnya tidak banyak. Tentu juga tidak aple to aple untuk membandingkan dengan negara lain yang sudah membuka diri terhadap perusahaan asing,” katanya.
Anup menilai, butuh upaya ekstra demi memacu perusahaan-perusahaan dalam negeri untuk lebih memilih obligasi dari pada pinjaman bank sebagai alternatif sumber pembiayaan. Untuk itu, dibutuhkan edukasi yang memadai terkait pasar modal kepada perusahaan-perusahaan.
Selain itu, pemerintah perlu segera memikirkan langkah-langkah untuk memungkinkan perusahaan asing menerbitkan obligasi di Indonesia. Untuk itu, perlu pendalaman pasar dan peningkatan likuiditas dan keikutsertaan investor domestik di pasar modal.