Bisnis.com, JAKARTA--Bank Sentral Amerika Serikat atau Federal Reserve diperkirakan bakal mengerek suku bunga acuan dari level 0,25%--0,75% sebanyak enam kali sampai dua tahun mendatang. Sentimen ini akan menekan sejumlah mata uang dunia, terutama yen.
Pada perdagangan Senin (28/11) pukul 20:50 WIB mata uang yen naik 0,12 poin atau 0,2% menuju ke 112,7 per dolar AS. Ini menunjukkan yen sudah terkoreksi 6,34% sepanjang tahun berjalan (year to date/ ytd).
Dalam publikasi risetnya, Senior FX Strategist ABN Amro Bank Roy Teo mengatakan, pihaknya sudah menaikkan proyeksi pertumbuhan dolar AS seiring dengan sejumlah agenda ekonomi yang disampaikan Presiden Donald Trump.
Dalam pidato kemenangannya pada 9 November 2016, Trump menegaskan akan meningkatkan belanja infrastruktur, membuka lapangan kerja, memacu pertumbuhan ekonomi AS, dan meningkatkan inflasi.
Rencana Sang Presiden menumbuhkan optimisme akan melajunya pertumbuhan ekonomi AS sekaligus inflasi. Selain itu, Federal Reserve dapat semakin agresif mengerek suku bunga untuk meredam inflasi berlebihan.
Terdekat, aksi pengerekan suku bunga dipercaya akan dilakukan dalam Rapat Federal Open Market Committee (FOMC) pada 13--14 Desember 2016. Probabilitas peluangnya kini sudah mencapai 100%, sehingga dipercaya dapat terjadi.
"Kami memperkirakan Fed akan mengerek suku bunga sebanyak enam kali dalam dua tahun ke depan. Ini lebih tinggi dibandingkan ekspektasi pasar yang memprediksi empat kenaikan [suku bunga]," ujar Teo seperti dikutip Bisnis.com, Senin (28/11/2016).
Kombinasi penguatan pertumbuhan ekonomi AS, inflasi, dan juga yield obligasi akan menopang penguatan dolar AS. Pada pukul 20:55 WIB indeks dolar AS naik 0,08% menuju 101,56. Indeks menunjukkan kenaikan 2,97% sepanjang tahun berjalan.
Oleh karena itu, dolar AS diperkirakan bergerak melambat pada 2018 ketika yield mulai menyempit, pertumbuhan ekonomi berjalan pelan, dan Fed menghentikan siklus kenaikan suku bunga.
Menurut Teo, yen menjadi mata uang yang paling bergerak sensitif terhadap kenaikan suku bunga The Fed. Di sisi lain, peluang pelemahan kian terbuka setelah JPY mengalami reli tinggi sejak pertengahan tahun.
Peristiwa referendum Inggris yang menghasilkan British Exit atau Brexit pada 24 Juni lalu semakin menambah beban ketidakpastian global. Namun, sentimen tersebut memacu permintaan kepada aset haven seperti emas dan yen. Kini keduanya terperosok seiring dengan penguatan greenback.
Amro Bank memprediksi jika sampai akhir 2017 pelemahan yen sudah terlampau rendah, maka Bank of Japan (BoJ) akan melakukan intervensi untuk menopang terjadinya penguatan. Titik terendah JPY diperkirakan berada pada kuartal IV/2017--kuartal I/2018, yakni di posisi 115 per dolar AS.
Adapun sampai akhir 2016, rerata harga yen pada kuartal terakhir mulai merosot menuju 109 per dolar AS.