Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Laju Bursa AS Menanti Keputusan The Fed Pekan Ini

Investor bursa saham AS menantikan keputusan rapat bank sentral AS (The Fed) pekan ini.
Papan informasi saham Stock Exchange of Thailand (SET) yang ditampilkan di bangkok, Thailand pada Senin (26/10/2020). / Bloomberg-Taylor Weidman
Papan informasi saham Stock Exchange of Thailand (SET) yang ditampilkan di bangkok, Thailand pada Senin (26/10/2020). / Bloomberg-Taylor Weidman

Bisnis.com, JAKARTA – Keseimbangan yang coba dijaga bank sentral Amerika Serikat Federal Reserve (The Fed) antara kekhawatiran atas pasar tenaga kerja yang mulai melemah dan inflasi yang masih tinggi akan menjadi pusat perhatian pelaku pasar pekan ini. Investor tengah menakar sejauh mana faktor-faktor tersebut dapat mengganggu reli pasar saham AS.

Melansir Reuters, Senin (16/5/2025), indeks S&P 500 mencatat pemulihan tajam dalam dua bulan terakhir, seiring meredanya kekhawatiran terhadap dampak hambatan dagang pasca pernyataan "Hari Pembebasan" Presiden Donald Trump pada 2 April yang sebelumnya sempat mengguncang pasar.

Namun, reli tersebut terganjal pada Jumat lalu setelah serangan militer Israel terhadap Iran memicu gejolak pasar global. Ketidakpastian geopolitik mendorong investor beralih ke aset lindung nilai, dengan S&P 500 merosot 1,1% di akhir sesi.

Pertemuan kebijakan moneter dua hari The Fed pekan ini diperkirakan menjadi titik krusial berikutnya.

Meski pasar hampir bulat memperkirakan tidak ada perubahan suku bunga yang diumumkan Rabu (18/6), pelaku pasar akan mencermati setiap petunjuk mengenai kemungkinan pelonggaran kebijakan dalam beberapa bulan ke depan.

Sejak pemangkasan seperempat poin pada Desember, suku bunga acuan The Fed bertahan di kisaran 4,25% hingga 4,50%.

Kepala Strategi Pasar MetLife Investment Management Drew Matus mengatakan The Fed harus mampu menumbuhkan keyakinan bahwa mereka siap bertindak, tanpa membuat janji eksplisit.

“Jika mereka menurunkan suku bunga terlalu dini tanpa bukti pelemahan ekonomi, justru bisa mendorong ekspektasi inflasi makin tinggi,” jelasnya.

Dalam pertemuan terakhir pada Mei, The Fed mengakui bahwa risiko inflasi dan pengangguran sama-sama meningkat. Dengan mandat ganda untuk menjaga stabilitas harga dan lapangan kerja, pasar akan mengamati kecenderungan The Fed condong ke arah mana dan apa implikasinya terhadap arah suku bunga.

Salah satu fokus utama Rabu mendatang adalah pembaruan proyeksi ekonomi dan kebijakan moneter para pejabat The Fed, yang terakhir dirilis pada Maret.

Kepala Ekonom AS di Daiwa Capital Markets America Larry Werther mengatakan pasar akan mencermati proyeksi tingkat pengangguran. Jika sebelumnya The Fed memperkirakan pengangguran akhir tahun di level 4,4%, Werther memproyeksi angka itu akan naik ke 4,6%, melihat tren klaim tunjangan pengangguran terbaru.

“Jika pengangguran diprediksi meningkat dan inflasi relatif tetap, maka terbuka ruang bagi pelonggaran lebih lanjut demi mendukung pasar tenaga kerja,” katanya.

Kontrak berjangka suku bunga Fed menunjukkan ekspektasi dua kali pemangkasan suku bunga sebelum akhir tahun, dengan peluang pemangkasan pertama pada September, berdasarkan data LSEG. Harapan ini diperkuat laporan inflasi yang cenderung jinak pekan ini.

Investor juga menanti keputusan Trump soal siapa yang akan menggantikan Jerome Powell sebagai Ketua The Fed. Meski masa jabatan Powell baru berakhir Mei 2026, Trump mengatakan akan segera mengumumkan calon pengganti, meskipun ia menegaskan tidak akan memecat Powell.

Data penjualan ritel yang dirilis Selasa turut menjadi sorotan, untuk mengukur dampak tarif terhadap harga barang dan daya beli konsumen.

Di sisi lain, tensi dagang tetap menjadi faktor risiko utama. Masa jeda 90 hari untuk sejumlah tarif Trump akan berakhir pada 8 Juli. Meski AS dan China pekan ini menyepakati gencatan sementara, belum adanya kesepakatan teknis menyisakan potensi konflik di kemudian hari.

Hingga saat ini, S&P 500 telah naik 1,6% sepanjang 2025, dan melonjak 20% sejak titik terendah pada 8 April. Namun, indeks tersebut masih 2,7% di bawah rekor tertingginya yang tercapai Februari lalu.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Bisnis Indonesia Premium.

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Bisnis Indonesia Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper