Bisnis.com, JAKARTA--Aksi spekulan akan rencana kenaikan suku bunga the Fed disertai dengan persediaan gula mentah yang berlebih telah membuat harga di perdagangan bursa berjangka kian melemah.
Ibrahim, Direktur Utama PT Garuda Berjangka menuturkan penurunan harga gula berjangka di Eropa merupakan dampak dari terpilihnya presiden AS Donald J. Trump. Atas terpilihnya Trump, maka dolar pun kian menguat terhadap sekumpulan mata uang.
"[Penurunan harga gula] karena spekulasi kenaikan suku bunga FFR. Namun, harga gula akan meningkat, karena di perdagangan internasional, transaksi masih menggunakan dolar Amerika Serikat," ungkapnya pada Bisnis, Rabu (23/11/2016).
Ketika dolar semakin kuat, disertai dengan kemungkinan the Fed untuk menaikkan Fed Fund Rate, tambahnya, akan hal itu membuat indeks dolar semakin menguat. Namun, hal yang tengah diperhatikan oleh investor pasar berjangka yakni kemampuan OPEC dalam mencapai kesepatan pembatasan produksi dalam rapat 30 November di Wina, Austria.
Berdasarkan data Staticta, persediaan gula di dunia pada 2013/2014 mencapai 43,8 juta metrik ton, 2014/2015 hingga 43,6 juta metrik ton dan diprekirakan stok pada 2015/2016 mencapai 40,5 juta metrik ton.
Pada perdagangan Rabu (23/11/2016), harga gula dalam perdagangan ICE Futures Europe Commodities pukul 17.24 WIB memudar 0,2 poin atau 0,04% berada pada level US$526,3 per metrik ton. Harga gula berjangka pun turun 11,37% dalam dua bulan terakhir.