Bisnis.com, JAKARTA – Pergerakan harga minyak mentah dunia terpantau melanjutkan pelemahannya pada perdagangan siang ini, Senin (10/10/2016).
Berdasarkan data Bloomberg, harga minyak WTI kontrak November melemah 0,92% atau 0,46 poin ke US$49,35 per barel pada pukul 11.41 WIB, setelah dibuka turun 0,48% ke posisi US$49,57.
Pada saat yang sama, patokan Eropa minyak Brent untuk kontrak Desember melemah 0,85% atau 0,44 poin ke level US$51,49, setelah dibuka dengan pelemahan 0,58% atau 0,30 poin di level 51,63.
Pada perdagangan Jumat (7/10), harga minyak WTI dan Brent kompak ditutup merosot di atas 1% di tengah aksi ambil untung pelaku pasar setelah reli sebelumnya mendorong harga ke level tertingi dalam empat bulan.
Seperti dilansir Reuters hari ini, pelemahan harga minyak diakibatkan oleh keraguan bahwa rencana OPEC untuk memangkas produksi akan menahan kelebihan suplai global yang telah menghantui pasar selama lebih dari dua tahun.
Organization of Petroleum Exporting Countries (OPEC) berencana untuk menyepakati pemangkasan produksi dalam pertemuannya akhir November mendatang.
Demi mencapai kesepakatan di antara para anggotanya, termasuk Arab Saudi dan Iran yang merupakan rival politik, para pejabat OPEC menjadwalkan sejumlah pertemuan untuk enam pekan berikutnya, dimulai di Istanbul pekan ini.
Menurut ANZ bank, terdapat kekhawatiran pergerakan harga tertekan oleh pernyataan Menteri Energi Rusia, Alexander Novak, bahwa dia tidak mengharapkan untuk menandatangani kesepakatan produksi dengan OPEC pada konferensi energi dunia pekan ini di Istanbul.
Bahkan jika kesepakatan tercapai, para Analis dalam survey Reuters tidak yakin bahwa hal itu akan menghasilkan harga yang jauh lebih tinggi seiring keraguan tentang kemungkinan pemangkasan antar anggota yang saling bersaing.
Di sisi lain, para pedagang menyebutkan bahwa kenaikan tingkat pengeboran AS turun menekan harga, yang mengisyaratkan bahwa semangat para produsen Amerika untuk meningkatkan produksi dengan harga di kisaran US$50 per barel.
“Sejak adanya palung pada 27 Mei 2016, para produsen telah menambah 112 (+35%) alat bor minyak di AS,” papar Goldman Sachs.