Bisnis.com, JAKARTA - Mata uang pound sterling terjatuh ke level terendah sejak 1985 seiring dengan meningkatnya kekhawatiran investor bahwa Inggris bakal melakukan peresmian untuk keluar dari Uni Eropa pada akhir Maret 2017.
Pada perdagangan Selasa (4/10/2016) pukul 17:44 WIB pound sterling menurun 0,66% atau 0,0085 poin menuju 1,2757 per dolar AS. Angka ini merupakan level terendah sejak 29 Maret 1985, dimana GBP berada di posisi 1,236 per dolar AS.
Sementara itu, indeks dolar pada pukul 17:36 WIB terpantau naik 0,53 poin atau 0,53% menuju 96,225.
Dalam rapat Partai Konservatif, Perdana Menteri Inggris Theresa May berjanji mengaktifkan Pasal 50 dalam Perjanjian Lisbon tentang Uni Eropa pada kuartal I/2017. Pernyataan May memberikan kepastian kapan Inggris memulai proses keluar dari Uni Eropa atau Brexit, setelah referendum dilakukan pada 23 Juni lalu.
Meskipun demikian, membutuhkan waktu dua tahun proses negosiasi sampai Inggris benar-benar lepas dari Uni Eropa. Keputusan ini terbilang mengejutkan karena sebelumnya May mengatakan belum akan mengaftifkan Pasal 50 pada tahun ini.
Jane Foley, Senior Currency Strategist di Rabobank International di London, menuturkan pound sterling langsung terjatuh setelah May mengumumkan Inggris resmi keluar dari Uni Eropa sebelum Maret 2017. Pelemahan mata uang ini semakin menjadi-jadi setelah mantan Menteri Dalam Negeri itu menolak negosiasi industri jasa keuangan dengan pihak Benua Biru.
“Pasar kini menghadapi apa yang disebut sebagai hard Brexit. Pasar memproyeksikan keputusan ini akan menghantam pertumbuhan, investasi, dan pekerjaan dalam perekonomian Britania Raya,” tuturnya seperti dikutip dari Bloomberg, Selasa (4/10/2016).
Di sisi lain, nilai GBP kian tertekan setelah May gagal memberikan penjelasan lebih lanjut perihal langkah-langkah pemerintah pasca Brexit. Sentimen tersebut seolah menjadi salah satu risiko yang masih menggantung bagi perekonomian domestik.