Bisnis.com, JAKARTA -- PT Summarecon Agung Tbk. memangkas target prapenjualan atau marketing sales sebesar Rp1 triliun menyusul tren penjualan yang justru masih lemah alih-alih bangkit seperti yang diharapkan.
Michael Young, Direktur Keuangan & Sekretaris Perusahaan Summarecon, mengatakan hingga akhir 2016 perseroan memburu target prapenjualan sebanyak Rp3,5 triliun atau Rp1 triliun lebih rendah dari target awal sebesar Rp4,5 triliun.
"Kami sudah revisi menjadi Rp3,5 triliun. Pasar masih lesu," ujarnya kepada Bisnis.com, Kamis (22/9/2016).
Menurut Michael, sejumlah stimulus yang menguyur properti belum berdampak signifikan. Dalam catatan Bisnis.com, sektor ini mendapat sejumlah stimulus berupa penurunan bunga kredit, relaksasi kebijakan kredit properti, diskon pajak penjualan, hingga program amnesti pajak.
Hingga Juli 2016, realisasi prapenjualan Summarecon mencapai Rp1,9 triliun atau 43% dari target. Sebelumnya, perusahaan berkode saham SMRA itu telah merilis proyek baru di Serpong, Karawang, dan Bandung.
Di Karawang, perusahaan bersandi saham SMRA ini telah merilis dua klaster pada Juni 2016 lalu. Satu klaster ludes terjual dengan prapenjualan senilai Rp200 miliar. Adapun di Bandung, SMRA telah merilis klaster Btari Extension sebanyak 107 unit pada April 2016 lalu. Seluruh unit sudah terjual dengan nilai prapenjualan mencapai Rp262 miliar.
Sebelumnya, PT Pemeringkat Efek Indonesia atau Pefindo telah menurunkan prospek Summarecon dari stabil menjadi negatif menyusul perlambatan penjualan di pasar properti.
Pefindo menilai, pelemahan penjualan properti dinilai akan memperlambat pengakuan pendapatan prapenjualan atau marketing sales sehingga akan berdampak pada pendapatan perseroan.
Kendati demikian, Pefindo tetap menyematkan peringkat idA+ untuk tiga surat utang Summarecon, masing-masing Obligasi I/2013, Sukuk Ijarah I/2013, dan Obligasi II/2015. Peringkat itu menurut Pefindo mencerminkan kemampuan yang kuat dari Summarecon dalam memenuhi kewajiban pembayaran utang.