Bisnis.com, BEIJING— China dan negara penghasil terbesar baja lainnya gagal mencapai kesepakatan terkait langkah-langkah yang diperlukan guna mengatasi krisis baja global.
Pertemuan para menteri dan pejabat perdagangan dari sekitar 30 negara yang diselenggarakan oleh Belgia dan OECD pada Senin (18/4/2016) berusaha untuk mengatasi kelebihan kapasitas. Pertemuan tersebut menyimpulkan bahwa keadaan ini harus ditangani dengan cara yang cepat dan struktural.
Amerika Serikat menuding China sebagai akibat dari gagalnya diskusi tersebut dan mengatakan China harus bertindak mengenai kelebihan kapasitas yang terjadi atau negara tersebut harus menghadapi aksi perdagangan negara lain.
“Jika China tidak mulai mengambil langkah yang konkrit di waktu yang tepat untuk mengurangi kelebihan produksi dan kapasitas dalam industrinya termasuk baja… masalah struktural yang paling mendasar dalam industri tidak akan berubah dan pemerintah negara yang terdampak- termasuk Amerika Serikat- tidak akan punya alternatif lain selain aksi perdagangan guna menghindari efek buruk yang mungkin menyerang industri dan pekerjanya,” ujar Menteri Perdagangan AS Penny Pritzker dan Perwakilan Dagang AS Michael Froman seperti dikutip dari Reuters, Selasa (19/4/2016).
Sementara itu, Juru Bicara Menteri Perdagangan China Shen Danyang menyebutkan negeri tirai bambu itu sudah melakukan lebih dari cukup saat ditanyai mengenai apa yang akan dilakukan pemerintah China setelah pembicaraan yang gagal itu.
“Baja merupakan makanan bagi industri dan pekembangan ekonomi. Saat ini, masalah terbesar adalah negara yang membutuhkan ‘makanan’ tersebut tidak punya selera makan yang cukup dan sepertinya makanan yang ada terlalu banyak,” ujarnya menganalogikan baja sebagai makanan.
OECD menyebutkan kapasitas produksi baja global mencapai 2.37 juta ton pada 2015 tetapi penurunan produksi berarti hanya 67.5% dari kapasitas tersebut yang saat ini digunakan, lebih sedikit dari 70.9% pada 2014.