Bisnis.com, JAKARTA - Anda tentu masih ingat sosok Muhammad Nazaruddin bukan? Mantan Bendahara Umum Partai Demokrat yang tersangkut kasus korupsi ini pernah menjadi pembicaraan hangat karena melarikan diri ke luar negeri.
Kala itu, sekitar Juli 2011, Nazaruddin dikabarkan kabur untuk mengindari Komisi Pemberantasan Korupsi. Namun, kabar tersebut menjadi kabur setelah pria ini melakukan wawancara dengan salah satu stasiun televisi swasta.
Keberadaannya di luar negeri pun dipertanyakan karena dalam video wawancara tersebut terdengar sayup-sayup jingle khas produk roti terkenal, yaitu Sari Roti yang diproduksi oleh PT Nippon Indosari Corpindo Tbk.
Namun, jika saja kaburnya Nazaruddin terjadi saat ini, maka tentunya dia punya alibi. Hal ini mengingat emiten berkode saham ROTI itu kini mulai mengembangkan usaha ke luar negeri dengan membentuk perusahaan patungan di Filipina.
Pada 18 Februari 2016, manajemen Nippon Indosari Corpindo mengumumkan pembentukan joint venture dengan perusahaan makanan asal Filipina, Monde Nissin Corporation (MNC).
Perjanjian tersebut melandasi terbentuknya entitas bisnis baru yang mengusung nama Sarimonde Foods Corporation.
Modal perusahaan patungan itu mencapai US$12,5 juta yang saham mayoritasnya sebesar 55% atau senilai US$6,87 juta digenggam oleh ROTI dan 45% atau senilai US$5,62 juta berasal dari Monde Nissin Corporation.
Sekretaris Perusahaan Nippon Indosari Corpindo Sri Mulyana mengatakan aksi perseroan mendirikan entitas patungan Sarimonde Foods Corporation dilakukan untuk memperluas pangsa pasar.
Seiring terbentuknya joint venture, ROTI dan Monde Nissin Corporation bakal membangun dua lini produksi, yakni 70% roti manis dan 30% roti putih.
Strategi tersebut kontras dengan kompetitor lokal di Filipina yang fokus pada roti putih dan menjual produk melalui pusat perdagangan modern atau jaringan supermarket.
Menilik pangsa pasar roti di Filipina, lima korporasi yang menjadi penguasa pasar adalah Gardenia Philippines Inc. 11,3%, Goldilocks Bake Shop Inc. 10,1%, MLM Food 4,9%, Regents Food Corp 3,1%, dan Big E Food Products 2,8%. Adapun mayoritas atau 47,1% disuplai oleh perusahaan roti rumahan (artisanal bakery).
Berdasarkan riset Euromonitor, Gardenia Philippines Inc. merupakan produsen roti kemasan terbesar di Filipina dengan market share sebesar 60% di Metro Manila. Sementara itu, Goldilocks Bake Shop Inc. memiliki lebih dari 400 toko yang tersebar di Filipina.
JANGKA PANJANG
Strategi ROTI untuk merambah pasar Filipina dinilai sangat positif dalam jangka menengah dan panjang. Namun, tidak demikian dalam jangka pendek atau dalam 1 tahun ke depan. Apalagi kompetisi produsen roti kemasan di negara berbahasa Tagalog itu cukup ketat.
Stevanus Juanda, analis UOB Kay Hian Securities Indonesia, mengungkapkan pertumbuhan laba ROTI pada 2016 berisiko turun seiring ekspansi perseroan ke salah satu pasar di Asia Tenggara itu.
"Jangka panjang akan positif, tetapi dapat juga menurunkan net income pada 2016 seiring risiko kerugian sekitar Rp20 miliar-Rp25 miliar pada tahun ini," paparnya dalam riset, Kamis (25/2/2016).
Pada tahun ini, ROTI menargetkan pertumbuhan penjualan 15% dari Rp2,17 triliun pada tahun lalu menjadi Rp2,5 triliun.
Perseroan yang menguasai 90% pangsa pasar roti kemasan di Indonesia ini juga menargetkan penurunan margin bersih dari 12,8% pada 2015 menjadi 9,5%-10% pada 2016.
"Target itu akan ditranslasikan menjadi potensi penurunan EPS sebesar 9%-14% pada tahun ini. Setelah mencatatkan pertumbuhan EPS sebesar 42% pada 2015," ungkap Stevanus.
Di sisi lain, kinerja ROTI akan menghadapi tantangan dari sisi harga gandum yang melonjak. Pada 2015, pemasok tepung terigu menahan harga selama enam bulan.
Selain itu, harga tepung terigu dikatrol hingga 4% pada semester II tahun lalu. Komponen tepung terigu menyumbang 25,6% dari total beban pokok penjualan (COGS) ROTI.
"Kenaikan harga gandum akan menurunkan margin kotor ROTI sebesar 300 basis poin," seperti dikutip dari riset UOB Hay Kian.
Marlene Tanumihardja, analis Samuel Sekuritas Indonesia, mengungkapkan sepanjang 2015, ROTI berhasil membukukan kenaikan penjualan sebesar 16% menjadi Rp2,17 triliun.
Pertumbuhan penjualan itu ditopang oleh kenaikan volume yang mencerminkan ketahanan perusahaan terhadap pelemahan ekonomi ke level 4,79% pada 2015.
Pada Tahun Monyet Api, kinerja emiten yang melantai di pasar modal sejak Juni 2010 ini akan diwarnai oleh langkah perluasan pasar dan efisiensi. Oleh karena itu, margin laba operasional yang dipatok ROTI relatif konservatif.
"Proyeksi margin laba bersih lebih konservatif untuk 2016, yakni pada 17% dan 10%, sesuai dengan panduan yang diberikan oleh perusahaan," ungkap Marlene dalam risetnya.
Berseberangan dengan Stevanus, Marlene memotret adanya tren penurunan biaya bahan baku industri roti. Dengan begitu, lanjutnya, margin laba kotor ROTI dapat terdongkrak ke level 53,0% secara year-on-year.
Prospek cerah ROTI juga muncul dari minimnya eksposur perseroan terhadap liabilitas berdenominasi dolar Amerika Serikat. Dengan begitu, perusahaan yang berkantor di Cibitung, Bekasi itu relatif aman dari risiko rugi kurs akibat volatilitas pergerakan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS.
Marlene menambahkan ROTI juga telah menggunakan computerised distribution system sehingga membantu penetrasi general trade sampai ke pelosok Indonesia.
"Dengan didukung oleh peningkatan kapasitas produksi sebesar 7% setelah selesainya renovasi pabrik di Blok W, kami perkirakan pertumbuhan pendapatan dapat mencapai 15% secara tahunan pada tahun ini," papar Marlene.
Dalam jangka panjang, kinerja ROTI diproyeksi terus mengembang seiring racikan resep yang pas di tengah pertumbuhan kelas menengah domestik dan Asean. ()