Bisnis.com, JAKARTA— Indeks harga saham gabungan (IHSG) jatuh di akhir sesi I Selasa (15/9/2015) di saat rupiah terdepresiasi paling tajam di Asia, tertekan sentimen The Fed.
IHSG jatuh 1,19% atau turun 52,31 poin ke level 4.338,07 pada jeda siang. Indeks terus bergerak di zona merah sepanjang sesi I antara level 4.334,84—4.376,78.
Indeks justru merosot semakin tajam usai rilis data neraca perdagangan. BPS melaporkan kenaikan impor membuat surplus neraca perdagangan menipis menjadi US$443,8 juta pada Agustus.
David Sutyanto, Analis First Asia Capital, mengatakan pasar saat ini fokus pada faktor eksternal, terutama aksi jaga risiko menjelang rapat FOMC.
Penurunan surplus perdagangan dan kenaikan impor dinilai kurang signifikan untuk menggerakan pasar dibandingkan tekanan dari luar negeri.
“(Surplus) tidak berpengaruh pada IHSG. Fokus ke arah (rapat kebijakan moneter) The Fed,” kata David kepada bisnis.com.
Rupiah diperdagangkan melemah 54 poin ke Rp14.387 per dolar AS pada pukul 12:29 WIB, kurs Asia dengan depresiasi paling tajam.
Seluruh atau 9 indeks sektoral IHSG memerah pada jeda siang. Indeks sektor konsumer turun paling tajam, anjlok 1,94%.
Saham PT Unilever Indonesia Tbk (UNVR) yang jatuh 3,42% menjadi beban utama IHSG sekaligus indeks sektor konsumer.
Saham big cap lain juga turun signifikan, termasuk PT Telekomunikasi Indonesia (Persero) Tbk (TLKM) dan PT Bank Centra Asia Tbk (BBCA).
Beberapa saham yang bertahan menguat adalah PT Bayan Resources Tbk (BYAN) yang menguat 1,56% dan PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk (GIAA). Keinginan Menteri Perhubungan Iganatius Jonan agar harga avtur diturunkan, telah mendorong GIAA naik 15% dalam dua hari.
Sebanyak 51 saham menguat, 173 saham melemah dan 294 saham stagnan dari 518 saham yang diperdagangkan di BEI.
Indeks Bisnis27 turun 1,30% atau 4,72 poin pada jeda siang ke level 359.69. Bisnis27 terus merosot setelah dibuka melemah 0,63% ke level 362,10.